NEWSCOM.ID, JAKARTA – Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (INTANI) memiliki lima program strategis dalam memberdayakan petani menjadi suatu kekuatan ekonomi, antara lain dengan peningkatan kapasitas (capacity building).
Seperti dikutip dari laman https://pertanian.sariagri.id/, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) INTANI, Guntur Subagja Mahardika, S.Sos., M.Si., menyatakan hal itu pada Rabu (6/10), saat menjadi narasumber dalam Talkshow Pertanian dan Generasi Milenial. Acara ini berlangsung pada Pukul 09.00 – 11.00 Waktu Indonesia Barat (WIB).
“Tujuannya ialah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) mulai dari cara bercocok tanam, penerapan teknologi hingga kemampuan manajemen pertanian,” tutur Guntur Subagja Mahardika pada Rabu (6/10).
Program kedua, lanjunya, ialah technology inovation dimana INTANI bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan inovasi teknologi. “Inovasi teknologi bukan hanya dalam bentuk perangkat keras, tetapi juga harus menyentuh biotechnology,” imbuh GUntur Subagja Mahardika pada Rabu (6/10).
“Nah, ini sebenarnya kita banyak tertinggal (dari sisi biotechnology) seperti Thailand, bagaimana ukuran Jambu Bangkok bisa berlipat-lipat dari jambu yang dikembangkan secara tradisional di Indonesia,” ucapnya.
Asisten Staf Khusus (Astafsus) Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI) itu pun menjelaskan program ketiga, yakni product development. “Tepatnya bagaimana Intani ingin mengembangkan produk nilai tambah pertanian, tidak hanya menjual produk mentah,” paparnya.
Menurut Ketua Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) ini, hal tersebut bertujuan agar rantai pasok (supply chain) semakin efektif dan petani mendapatkan harga yang lebih baik.
“Program keempat ialah networking, bagaimana petani dapat berjejaring karena penguasaan lahan mayoritas petani di Indonesia tergolong kecil, di mana rata-rata satu keluarga petani hanya menguasai lahan seluas 0,2 hektare. Sementara di Thailand dan Vietnam, rata-rata keluarga petani menguasai lahan di atas dua hektare,” jelasnya.
Kita pun ingat bagaimana program transmigrasi dahulu, ujarnya, ketika masing-masing keluarga diberikan lahan oleh negara seluas dua hektare untuk budidaya.
“Secara ekonomi, skala ekonomi untuk keluarga minimal lahannya harus dua hektar untuk tanaman pertanian konvensional bukan greenhouse (rumah kaca),” kata Guntur.
Program kelima, ujarnya, ialah social enterprise (kewirausahaan sosial) di mana Intani memfasilitasi korporasi petani menjadi satu ekosistem yang terintegrasi sehingga bisa memberikan nilai tambah dari sisi kualitas produk maupun dari sisi ekonomi. “Lima hal (program) inilah yang menjadi prioritas kami (INTANI),” pungkasnya.
Acara daring ini diselenggarakan oleh Kementan Republik Indonesia (RI), Bank Indonesia (BI), serta Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indoensia (INTANI).
Talkshow (Bincang-Bincng) daring ini merupakan kegiatan jelang terlaksananya Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2021 pada Senin (25/10), tepatnya dalam Agriweek Road to ISEF 2021.
Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain CEO Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swasembada (P4S) Peternakan Puyuh Sukabumi, Dr. H. Slamet Wuryadi, S.P., M.P., yang juga pemilik (owner) Slamet Quail Farm. Ia juga penah menjadi Duta Petani Milenial Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia (RI).
Narasumber lainnya ialah CEO Mitra Mikro Social Investment Media, Arief Rizky. Adapun moderator dalam kegiatan melalui Zoom Cloud Meeting ini ialah salah satu pengurus DPP INTANI, Aden Budi, M.E.
Editor: Muhammad Ibrahim Hamdani