Mampukah Prabowo Menggeser Dominasi Kapitalisme Dengan Ekonomi Pancasila

0
247
Presiden terpilih Prabowo Subianto. Sumber: CNBCIndonesia.com

Oleh: Sultani (Peneliti CSPS SKSG UI dan Indonesia Strategic Center/ISC)

Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Sumber: CNBCIndonesia.com

Di tengah dinamika globalisasi dan tantangan modern, konsep Ekonomi Pancasila muncul sebagai fondasi ekonomi yang berkeadilan sosial dan berbasis pada kebersamaan serta gotong royong, sesuai dengan sila-sila Pancasila, terutama sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Secara filosofis, Ekonomi Pancasila menduduki posisi yang unik dalam sistem ekonomi Indonesia karena bertujuan untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial, serta menghindari ketimpangan ekonomi yang terjadi di banyak negara kapitalis. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai dasar Pancasila, terutama dalam konteks pembangunan ekonomi nasional.

Berbeda dengan ekonomi liberal yang lebih mementingkan individualisme dan akumulasi kapital, Ekonomi Pancasila menempatkan manusia dan masyarakat sebagai pusat pembangunan. Ini tercermin dalam prinsip koperasi, redistribusi sumber daya yang adil, dan pengelolaan sumber daya alam untuk kemakmuran bersama. Ekonomi Pancasila juga berfokus pada penguatan ekonomi kerakyatan, dengan menekankan peran desa sebagai pusat penggerak ekonomi, serta memperkuat sektor-sektor strategis yang mendukung ketahanan ekonomi nasional, seperti pertanian, perikanan, dan UMKM. Sistem ini sejalan dengan visi pembangunan yang bersifat inklusif dan berkelanjutan, di mana ekonomi harus melayani kepentingan semua rakyat, bukan hanya segelintir elit atau korporasi besar.

Indonesia pernah menerapkan sistem Ekonomi Pancasila dalam pembangunan nasional. Namun, seiring dengan gerakan reformasi tahu 1998 pengaruh Pancasila dalam sistem perekonomian nasional memudar bersamaan dengan menguatnya ekonomi pasar yang menjadi tren perekonomian global saat ini. Hasilnya, Indonesia mengalami kemajuan pesat dalam pembangunan di bawah semangat ekonomi pasar ini. Namun, di balik kemajuan tersebut ketimpangan sosial dan ekonomi masih menjadi masalah signifikan, terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan.

Berkaca pada kondisi demikian, Presiden terpilih Prabowo Subianto jauh-jauh hari sudah mengkritik kecenderungan yang terjadi dalam sistem dan praktik ekonomi Indonesia yang bercorak kapitalis dengan membuka lebar kesempatan berinovasi dalam kebebasan pasar. Kapitalisme yang dipraktikkan ini memang membuat pembangunan Indonesia maju pesat, tetapi ketimpangan ekonomi pun tumbuh bersamaan dengan gerak pembangunan tersebut.

Untuk memulihkan perekonomian yang terus-menerus meninggalkan ketimpangan ekonomi dan sosial, Prabowo selaku Presiden terpilih menawarkan Ekonomi Pancasila sebagai salah satu visi pembangunan bangsa yaitu: “Prinsip-prinsip Ekonomi Pancasila berdasarkan UUD 1945” yang menjadi salah satu elemen penting dari tiga Visi Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045.

Menurut Prabowo, Ekonomi Pancasila adalah ekonomi yang menyerap esensi terbaik dari kapitalisme dan sosialisme, yaitu membuka lebar kesempatan berinovasi dengan kebebasan pasar, tetapi juga memperhatikan dan menjamin jaring pengaman sosial (social safety net) untuk masyarakat yang paling lemah. Konsep Ekonomi Pancasila yang ditawarkan ini sangat menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila, yaitu moral, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 yang asli sudah sangat gamblang: Ekonomi Indonesia tidak menggunakan mazhab pasar bebas, tetapi berasaskan kekeluargaan. Inilah rancang bangun ekonomi yang seharusnya dijalankan, yaitu Ekonomi Pancasila. Paham Ekonomi Pancasila menuntut pemerintah untuk pro aktif. Pemerintah harus jadi pelopor dalam pembangunan ekonomi, pengentasan kemiskinan, menyejahterakan rakyat, dan menyelamatkan negara.

Peran pemerintah sangat diperlukan dalam Ekonomi Pancasila agar praktik ekonomi pasar bebas bisa dikendalikan. Pemerintah harus mengendalikan pasar, melakukan berbagai intervensi pasar, terutama apabila kepentingan negara dan masyarakat dirugikan. Jika pemerintah hanya pasif maka tampuk produksi akan jatuh ke tangan perorangan yang berkuasa, dan jika ini terjadi rakyat yang jumlahnya banyak akan ditindas.

Tantangan Besar

 Penerapan nilai-nilai Pancasila ke dalam sistem ekonomi Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo Subianto pasti akan menghadapi tantangan besar, mengingat dominasi kapitalisme yang telah mengakar kuat di dalam struktur ekonomi global dan lokal. Kapitalisme, yang mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis pasar bebas dan persaingan individu, sering kali bertentangan dengan prinsip-prinsip Ekonomi Pancasila yang menekankan pada keadilan sosial, gotong royong, dan pemerataan kesejahteraan.

Dalam konteks ini, upaya mengintegrasikan Pancasila ke dalam sistem ekonomi Indonesia akan menemui hambatan dari dua arah: tekanan global kapitalisme dan resistensi dari pelaku ekonomi lokal yang telah lama menikmati keuntungan dari praktik ekonomi yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

  1. Dominasi Kapitalisme dalam Sistem Ekonomi Global

 Keberadaan kapitalisme sebagai sistem ekonomi dominan dalam tatanan global akan menjadi tantangan terbesar yang dihadapi pemerintahan Prabowo. Sistem kapitalis, yang didasarkan pada mekanisme pasar bebas dan kompetisi, telah menciptakan struktur ekonomi internasional yang saling terkait, di mana Indonesia harus beradaptasi untuk bersaing dan menarik investasi asing. Dalam sistem ini, negara-negara berkembang seperti Indonesia sering kali diposisikan sebagai pengekspor bahan mentah dengan nilai tambah yang rendah, sementara keuntungan ekonomi yang besar dinikmati oleh negara-negara maju yang mengendalikan teknologi, modal, dan pasar global.

Dalam kerangka kapitalisme global, upaya Indonesia untuk mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila—seperti keadilan sosial, pemerataan kekayaan, dan penguatan ekonomi kerakyatan—akan menghadapi tantangan dari pasar bebas yang cenderung menguntungkan segelintir elite dan perusahaan besar. Tantangan ini semakin berat dengan adanya perjanjian perdagangan bebas, aliran modal asing, dan dominasi perusahaan multinasional yang sering kali mengabaikan aspek keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.

  1. Ketergantungan pada Praktik Kapitalis

Selain tantangan global, tantangan internal juga muncul dari pelaku ekonomi lokal yang telah lama beroperasi dalam kerangka kapitalisme dan menikmati keuntungan dari praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Praktik-praktik ini, seperti eksploitasi tenaga kerja, monopoli, penguasaan lahan dan sumber daya alam oleh segelintir korporasi, serta ketimpangan dalam distribusi kekayaan, telah menjadi bagian dari struktur ekonomi Indonesia selama beberapa dekade. Banyak pelaku ekonomi, baik di sektor industri besar maupun kecil, telah terbiasa dengan cara kerja kapitalisme dan mungkin merasa enggan atau resistens terhadap perubahan yang mengarah pada model ekonomi yang lebih inklusif dan adil sesuai dengan prinsip Pancasila.

Resistensi ini bisa berasal dari para pelaku ekonomi yang sudah mapan dan merasa terancam dengan kebijakan redistribusi atau regulasi yang mempersempit ruang untuk eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja. Kebijakan seperti peningkatan upah minimum, penguatan regulasi lingkungan, atau penghapusan praktik monopoli bisa dianggap merugikan kepentingan mereka. Selain itu, resistensi juga bisa muncul dari sektor informal, di mana banyak pelaku usaha kecil yang merasa bahwa aturan-aturan baru yang berorientasi pada  keadilan sosial akan membatasi kebebasan mereka untuk beroperasi di pasar.

  1. Kesulitan Bergeser dari Kapitalisme ke Ekonomi Pancasila

 Upaya mengintegrasikan Pancasila ke dalam sistem ekonomi Indonesia bukan hanya masalah kebijakan teknis, tetapi juga soal mengubah paradigma ekonomi yang telah lama berakar. Kapitalisme cenderung menekankan individualisme dan efisiensi pasar, sedangkan Pancasila menekankan pada gotong royong dan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Pemerintahan Prabowo akan menghadapi kesulitan dalam mengubah paradigma ini, terutama di kalangan pengambil kebijakan, akademisi, dan pelaku ekonomi yang telah lama terbiasa dengan gaya ekonomi kapitalisme.

Salah satu contoh tantangan ini adalah bagaimana mengubah cara pandang dalam melihat kesuksesan ekonomi. Dalam kerangka kapitalisme, kesuksesan sering diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan akumulasi kapital. Sementara itu, dalam ekonomi Pancasila, kesuksesan ekonomi harus diukur dari seberapa jauh distribusi kekayaan dan kesejahteraan telah menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Mengubah paradigma ini akan membutuhkan waktu dan upaya yang besar dalam pendidikan ekonomi, reformasi kebijakan, serta konsolidasi politik untuk memastikan dukungan yang luas.

  1. Kesenjangan Ekonomi dan Tantangan Pemerataan

 Salah satu warisan dari adopsi kapitalisme yang paling kentara adalah tingginya kesenjangan ekonomi di Indonesia. Ketimpangan ini menjadi salah satu hambatan utama dalam mewujudkan keadilan sosial yang diamanatkan oleh Pancasila. Pemerintahan Prabowo harus menghadapi kenyataan ini sebagai tantangan besar karena konsentrasi kekayaan hanya berada di tangan segelintir elit, sementara banyak rakyat di pedesaan dan daerah terpencil masih hidup dalam kemiskinan.

Strategi pemerintah membuat kebijakan redistribusi sumber daya, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, serta pembangunan infrastruktur yang mendukung ekonomi rakyat untuk mendukung pemerataan pasti akan menghadapi resistensi. Kebijakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam sistem ekonomi tersebut pasti akan dilawan oleh pelaku ekonomi besar yang merasa dirugikan oleh kebijakan redistribusi, maupun dari kelompok yang sudah lama menikmati keuntungan dari ketimpangan yang ada.

 Pelaku ekonomi besar, terutama korporasi-korporasi yang telah lama menguasai sumber daya alam dan ekonomi strategis, mungkin menjadi kelompok yang paling keras menentang reformasi kebijakan berbasis nilai-nilai Pancasila. Kebijakan yang berusaha memperkuat sektor ekonomi rakyat, membatasi eksploitasi sumber daya alam, atau menghapus monopoli dan oligarki ekonomi, pasti memicu perlawanan dari kelompok-kelompok ini. Mereka bisa saja menggunakan kekuatan politik dan ekonomi mereka untuk mempengaruhi kebijakan, bahkan melobi pemerintah agar tidak menerapkan kebijakan yang merugikan kepentingan mereka.

Mampukah Prabowo?

Prabowo Subianto sudah lama meyakini bahwa nilai-nilai Pancasila yang berakan pada tradisi dan kearifan lokal bangsa Indonesia merupakan kekuatan yang luar biasa untuk membangun kemandirian bangsa, termasuk dalam kehidupan ekonomi. Sistem kapitalisme meskipun populer dan bisa memakmurkan sebuah negara, keuntungannya tidak menetes hingga ke rakyat. Kemakmuran ekonomi kapitalisme hanya berhenti pada para pemilik modal dan pihak-pihak yang menguasai sumber daya ekonomi.

Prabowo Subianto bersama rakyat.
Sumber: IDNTimes.com

Gagasan Prabowo untuk menghidupkan kembali Ekonomi Pancasila meskipun akan menghadapi tantangan luar biasa, Presiden RI kedelapan ini tetap memiliki peluang yang besar untuk menggeser kapitalisme dengan Ekonomi Pancasila. Prabowo memiliki kemampuan yang besar untuk menggerakkan potensi dan sumber daya bangsa Indonesia dalam menghadapi dominasi kapitalisme global yang semakin kuat.

Meskipun tatanan ekonomi dunia saat ini didominasi oleh negara-negara kapitalis yang kaya-raya, masih ada sejumlah celah yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk merancang dan menerapkan kebijakan berbasis Pancasila yang lebih inklusif dan adil. Peluang-peluang ini muncul dari tren global yang semakin peduli terhadap keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan penguatan kemandirian nasional. Pemerintahan Prabowo Subianto memiliki peluang strategis untuk mengimplementasikan Ekonomi Pancasila sebagai solusi alternatif yang dapat membawa keseimbangan antara keadilan sosial, kedaulatan ekonomi nasional, dan persaingan global.

  1. Momentum Menuju Keberlanjutan

 Salah satu peluang besar bagi pemerintahan Prabowo untuk mengimplementasikan Ekonomi Pancasila adalah meningkatnya perhatian dunia terhadap isu keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan. Banyak negara kapitalis, meskipun masih beroperasi dalam kerangka kapitalisme, mulai menyadari bahwa model pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada eksploitasi sumber daya alam dan ketimpangan sosial tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Agenda-agenda global seperti Sustainable Development Goals (SDGs) dan Konferensi Perubahan Iklim memberikan ruang bagi Indonesia untuk menegaskan peran penting Ekonomi Pancasila yang menekankan keadilan sosial, kesejahteraan bersama, dan keberlanjutan lingkungan.

Pemerintah Prabowo dapat menggunakan peluang ini untuk merumuskan kebijakan ekonomi yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan meningkatkan investasi dalam energi terbarukan, mengembangkan ekonomi hijau, dan mempromosikan keberlanjutan lingkungan, pemerintahan Prabowo dapat membangun fondasi ekonomi yang kuat, mandiri, dan berdaya saing global. Pendekatan ini juga bisa menarik investasi asing yang semakin peduli terhadap aspek-aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola.

  1. Kritik terhadap Ketidakadilan Global

 Kesenjangan yang semakin melebar antara negara maju dan negara berkembang yang terus-menerus dikritik sebagai akibat dari ketidakadilan sistem kapitalis global, bisa menjadi modal bagi pemerintahan Prabowo untuk mempromosikan Ekonomi Pancasila. Di tengah kritik ini, Prabowo bisa memanfaatkan narasi tentang pentingnya keadilan ekonomi global dan berperan sebagai pelopor dalam memperjuangkan model ekonomi yang lebih berkeadilan sosial melalui penerapan Ekonomi Pancasila.

Meningkatnya ketimpangan global telah membuka ruang diskusi tentang perlunya reformasi dalam sistem perdagangan dan keuangan internasional yang lebih adil, yang dapat dijadikan landasan bagi Indonesia untuk membangun koalisi dengan negara-negara berkembang lainnya. Prabowo dapat mengambil inisiatif untuk memimpin gerakan global yang mendorong reformasi pada lembaga-lembaga ekonomi internasional, dengan fokus pada pengurangan ketimpangan ekonomi. Melalui diplomasi ekonomi, pemerintahan Prabowo bisa memperkuat posisinya di forum-forum internasional sebagai negara yang memperjuangkan nilai-nilai keadilan global, yang sejalan dengan prinsip-prinsip Pancasila.

  1. Penguatan Kerja Sama Ekonomi Regional dan Negara Berkembang

 Strategi lain yang dapat dilakukan oleh Prabowo untuk mengimplementasikan Ekonomi Pancasila di tengah hegemoni kapitalisme global adalah memperkuat kerja sama ekonomi dengan negara-negara berkembang dan regional. Negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang menghadapi masalah serupa—seperti ketergantungan pada ekspor bahan mentah, ketimpangan ekonomi, dan tekanan dari negara-negara kapitalis maju—dapat menjadi mitra strategis dalam membangun sistem ekonomi alternatif yang lebih mandiri dan adil.

Indonesia, sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, memiliki peluang besar untuk memainkan peran kunci dalam memperkuat integrasi ekonomi regional, seperti melalui ASEAN. Melalui kerangka kerja sama ini, Indonesia dapat mendorong model ekonomi berbasis gotong royong dan kemandirian ekonomi yang mencerminkan prinsip-prinsip Ekonomi Pancasila. Pendekatan ini tidak hanya akan memperkuat kemandirian ekonomi Indonesia, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada sistem kapitalis global yang rentan terhadap krisis.

  1. Potensi Pasar Domestik yang Besar

 Pemerintahan Prabowo dapat memanfaatkan 280 juta populasi Indonesia sebagai potensi pasar domestik yang besar untuk memperkuat ekonomi berbasis Pancasila dengan fokus pada pengembangan ekonomi kerakyatan, UMKM, dan kedaulatan pangan. Dengan pasar domestik yang besar, Indonesia memiliki daya tawar yang lebih kuat di pasar global, yang memungkinkan negara ini untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan mendorong produksi lokal.

Penguatan sektor ekonomi domestik ini dapat dilakukan melalui kebijakan one village one product (OVOP), yang mengedepankan pemberdayaan desa dan pembangunan ekonomi berbasis lokal. Model ini tidak hanya akan meningkatkan kemandirian ekonomi Indonesia, tetapi juga mendorong distribusi kesejahteraan yang lebih merata, yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

  1. Teknologi Digital untuk Mendukung Ekonomi Pancasila

 Dala era digital, teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk mengimplementasikan Ekonomi Pancasila di tengah dominasi kapitalisme global. Teknologi digital memungkinkan negara untuk menciptakan platform ekonomi yang inklusif, di mana masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil, dapat terlibat secara langsung dalam aktivitas ekonomi. Prabowo dapat mendorong pengembangan ekonomi digital yang berbasis pada prinsip keadilan sosial dan pemberdayaan masyarakat.

Melalui platform digital, petani dan nelayan dapat langsung menjual produk mereka kepada konsumen tanpa melalui perantara, yang selama ini menjadi salah satu sumber ketidakadilan dalam distribusi hasil ekonomi. Teknologi juga dapat digunakan untuk meningkatkan akses pendidikan dan keterampilan, yang akan meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar global. Dengan demikian, teknologi digital dapat membantu pemerintahan Prabowo mewujudkan Ekonomi Pancasila yang inklusif dan berkeadilan.

  1. Kemandirian Energi sebagai Pilar Ekonomi Pancasila

 Pemerintahan Prabowo dapat memanfaatkan potensi sumber daya energi untuk mencapai kemandirian energi, yang merupakan salah satu pilar penting dalam implementasi Ekonomi Pancasila. Dengan mengembangkan energi terbarukan, seperti energi surya, angin, dan bioenergi, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan impor energi dari negara-negara kapitalis besar.

Pembangunan sektor energi terbarukan tidak hanya akan mendukung keberlanjutan lingkungan, tetapi juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, sehingga meningkatkan kesejahteraan sosial. Presiden Prabowo dapat memimpin transformasi energi ini sebagai bagian dari strategi ekonomi jangka panjang yang berbasis pada kemandirian nasional dan kesejahteraan rakyat.

  1. Diplomasi Ekonomi yang Lebih Mandiri dan Berdaulat

 Sebagai negara yang memiliki posisi strategis di kawasan Indo-Pasifik, Indonesia memiliki peluang untuk memperkuat diplomasi ekonomi yang berorientasi pada kedaulatan nasional dan prinsip-prinsip Ekonomi Pancasila. Pemerintahan Prabowo dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam forum-forum internasional untuk mempromosikan model ekonomi yang lebih berkeadilan dan inklusif, yang dapat menginspirasi negara-negara lain untuk mengikuti jejak Indonesia.

Diplomasi ekonomi yang lebih mandiri ini dapat dilakukan dengan memperkuat hubungan bilateral dan multilateral dengan negara-negara yang memiliki visi serupa, terutama di bidang perdagangan, investasi, dan teknologi. Melalui kerja sama ini, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada negara-negara kapitalis besar dan membangun ekonomi yang lebih resiliensi dan berkeadilan.

 Meskipun tantangan dari dominasi kapitalisme global sangat nyata, pemerintahan Prabowo masih mampu untuk mengimplementasikan Ekonomi Pancasila sebagai alternatif yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan momentum global untuk keberlanjutan, Prabowo dapat mewujudkan visi ekonomi yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila, yang tidak hanya akan memperkuat ekonomi nasional tetapi juga memberikan contoh bagi negara-negara lain di dunia.

LEAVE A REPLY