NEWSCOM.ID, JAKARTA – Anggota Majelis Mustasyar Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Prof. drg. H. Chairul Tanjung, M.B.A., telah memperkenalkan 10 kiat sukses menjadi pengusaha, dikenal dengan istilah CT Way (Jalan CT), pada Jumat (07/02/25) siang, bertepatan dengan 8 Sya’ban 1446 Hijriah, di Gedung DMI Pusat.
Tepatnya, saat Pemilik dan Pendiri CT Corp itu, akrab disapa Pak CT, memberikan taushiyah dalam acara “Pengajian Entrepreneur” dengan tema: “Membangun Semangat Kewirausahaan dan Kiat Menjadi Pengusaha Muslim“. Saat itu, beliau menjadi narasumber utama dalam acara ini, sebagai pengusaha Muslim nasional yang sukses.
Pengajian Entrepreneur dibuka secara langsung oleh Wakil Ketua Umum PP DMI, H. Rudiantara, S.Stat., M.B.A. Turut hadir Wakil Ketua Majelis Pakar PP DMI, Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, D.E.A., serta para Ketua PP DMI, yakni Prof. Dr. dr. H. Fachmi Idris, M.Kes., Drs. K.H. Abdul Manan A. Ghani, dan Drs. H. Andi Mappaganti, M.M.
Adapun 10 kiat sukses menjadi pengusaha atau CT Way itu ialah: Pertama, Memulai usaha dengan niat baik; Kedua, Baca dan tangkap peluang yang ada. Jika tidak ada, maka ciptakan peluang; Ketiga, Uang bukan modal utama; Keempat, Buy the future with the present value atau Beli masa depan dengan nilai saat ini.
Kelima, Jadikan kegagalan sebagai sahabat baik; Keenam, Kerja keras, pantang menyerah, detail, tidak kompromi terhadap hasil akhir, disiplin dan perfecionist atau mendekati kesempurnaan; Ketujuh, Intuisi adalah sesuatu yang rasional; Kedelapan, Ambil keputusan dan cari solusi, bukan cari masalah.
Kesembilan, Pragmatisme dan idealisme bukan minyak dan air; Kesepuluh, Mencari keberkahan Tuhan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT).
“Kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT, namun kita bisa mendekati kesempurnaan itu. Karena kita manusia, tentu tidak sempurna. Apalagi manusia itu tempat menyimpan data. Otak kita ini sebagai processor, empat simpan data,” tuturnya.
Dalam dunia usaha, lanjutnya, hanya ada dua pilihan, yakni berhasil atau mati. Kalau anak muda, masalah seperti ini akan dihajar. “Tetapi kalau sudah sepuh, itu kita mikir-mikir terhadap masalah,” imbuhnya.
Menurutnya, pragmatisme dan idealisme harus berjalan seimbang. Umat harus kita bangun agar dapat menjadi entrepreneur yang inovatif dan kreatif. “Entrepreneur dapat menciptakan beragam bisnis dan inovasi baru sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Prof. drg. H. Chairul Tanjung, M.B.A., menggarisbawahi peran pendidikan untuk memutus mata rantai kemiskinan bangsa. “Pendidikan itu adalah akses untuk memutus mata rantai kemiskinan. Jadi kita harus bisa mengedepankan pendidikan. Tentu kita ingin meningkatkan kualitas pendidikan, ini menjadi kata kunci,” jelasnya.
Pak CT pun memandang pentingnya sinergi semua pihak, agar peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan umat dapat terwujud. Ia juga menyampaikan prinsip hidupnya bahwa lahir dalam kondisi miskin itu oke, namun mati dalam kondisi miskin itu berdosa. “Lahir miskin oke, tapi mati miskin, itu berdosa,” tegasnya.
“Kita tidak terbiasa dengan sikap disiplin. Padahal, kita harus berjuang untuk mengubah nasib. Semua ini harus diperjuangkan dengan keringat, darah dan air mata. Tak ada orang sukses tanpa bekerja keras. Pantang menyerah, karena menyangkut harga dirinya,” papar Pak CT dengan tegas dan lugas.
Terkait pentingnya intuisi dalam berusaha, CT menceritakan kisah nyata dari pengalaman dua orang komglomerat Indonesia, yakni Ir. Ciputra dan Liem Sie Liong, saat akan membeli tanah. “Keduanya sama-sama konglomerat. Bedanya, Ir. Ciputra sekolah dan alumni dari ITB (Institut Teknologi Bandung), sedangkan Liem Sie Liong tidak sekolah,” paparnya.
Saat itu, lanjutnya, Ir. Ciputra mendapatkan penawaran tanah dari seseorang untuk dibeli dan Ir. Ciputra pun sangat tertarik untuk membelinya karena lokasitanah sangat strategis. “Namun, Ir. Ciputra tidak langsung membeli tanah itu, tetapi terlebih dahulu mengirimkan tim untuk menilai prospek tanah itu di masa depan dari berbagai macam aspek,” ucapnya.
“Singkat cerita, sang pemilik tanah itu pun menawarkan kembali tanah miliknya kepada Liem Sie Liong. Oleh Om Liem, sapaan akrab Liem Sie Liong, tanpa banyak pertimbangan, tanah itu langsung dibeli olehnya. Dalam hal ini, Om Liem benar-benar mengandalkan intuisinya dalam berbisnis. Terbukti, tanah itu sukses dikelola olehnya,” ujar CT.
Acara ini turut dihadiri oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PP DMI, Kolonel TNI (Purn.) Dr. H. Mukhtadi El-Harry, M.M., M.Sc., dan Bendahara PP DMI, Dra. Hj. Dian Artida.
Hadir pula Direktur Brigade Masjid PP Perhimpunan Remaja Masjid (PRIMA) DMI, Masrur Mustofa, S.Pd.T., M.M., Gr., Direktur Literasi Digital PP PRIMA DMI, Indra Syahfirman, S.H., C.P.L.A., dan Direktur Bidang Pemuda dan Olah Raga PP PRIMA DMI, Hotmartua Simanjuntak.
Sebelumnya, saat memberikan kata sambutan, Wakil Ketua Umum PP DMI, H. Rudiantara, S.Stat., M.B.A., menyatakan bahwa hingga kini, DMI telah membenahi akustik di sekitar 80 ribu masjid di seluruh Indonesia. “Pembenahan akustik masjid menjadi fokus utama DMI dalam 10 hingga 11 tahun terakhir,” tuturnya pada Jumat (07/02/25) siang.
“Ada 100 mobil akustik masjid DMI yang beroperasi tiap hari untuk membenahi akustik masjid. Penyebabnya, 80 hingga 90 persen orang yang datang ke masjid menggunakan telinga saat berada di masjid. Sedangkan yang menggunakan mulut di masjid itu hanya imam, khatib dan mubaligh,” ucap H. Rudiantara.
Menurutnya, secara umum, terdapat tiga permasalahan utama antara bangunan fisik dengan akustik masjid di Indonesia. Masalah pertama, semakin bagus masjid, semakin kaya pengurus masjid, maka suara akustiknya semakin buruk. “Kenapa? karena lantainya pakai marmer yang dapat menyerap suara,” imbuhnya.
“Masalah kedua, masjid itu pakai kubah, ini juga menimbulkan masalah bagi akustik masjid karena dapat menimbulkan gema. Di Indonesia, masjid pakai kubah itu karena meniru bangunan masjid di Turki dan Arab Saudi,” paparnya.
Masalah ketiga, ungkap H. Rudiantara yang juga Ketua Pengurus Yayasan Pengembangan Tata Kelola Indonesia (YPTKI), ialah teknisi masjid tidak memahami bagaimana cara mengoperasikan akustik sehingga kualitas akustik masjid tidak baik.
Selain permasalahan akustik, lanjutnya, tema pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid juga menjadi fokus utama program DMI. Faktanya, dari 10 orang terkaya di Indonesia, hanya ada satu orang yang Muslim, yakni Bapak Prof. drg. H. Chairul Tanjung, M.B.A. “Sedangkan sembilan orang terkaya lainnya ialah non-Muslim,” ujarnya.
“Itu sebabnya, beberapa pekan lalu, DMI bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) telah bertemu dan berdiskusi untuk fokus bagaimana cara memberdayakan dana umat dan mengembangkan ekosistem kewirausahaan jemaah berbasis masjid,” jelasnya.
Sebelumnya, Waketum I PP DMI itu juga menjelaskan bahwa Gedung DMI saat ini didirikan dengan cara bergotong-royong antara pengurus pusat, pengurus wilayah, dan semua mitra-mitra strategis DMI, baik pemerintah maupun swasta.
“Alhamdulillah, saat ini, DMI telah menempati gedung baru, yang tadinya dari Masjid Istiqlal dan hanya dapat satu ruangan, lalu pindah ke Jalan Borobudur, kemudian pindah lagi ke kantor di Jalan Surabaya, dan akhirnya ke Jalan Matraman. Gedung DMI Pusat ini didirikan dengan cara bergotong-royong,” tuturnya.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.
Direktur Bidang Media, Komunikasi dan Informasi PP Perhimpunan Remaja Masjid (PRIMA) DMI.