Visi PT. Pegadaian: Menjadi Pemimpin Ekosistem ‘Bullion Service’ Indonesia

0
369
oplus_0

NEWSCOM.ID, JAKARTA – PT. Pegadaian memiliki visi besar untuk menjadi pemimpin dalam ekosistem bullion service di Indonesia, the leader in the bullion service ecosystem in Indonesia, pada tahun 2025. PT. Pegadaian juga bertekad untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas di seluruh Indonesia.

Kepala Divisi ESG (Environment, Social and Governance) PT. Pegadaian, Rully Yusuf, menyatakan hal itu pada Selasa (26/8/25) pagi, saat menyampaikan tanggapan dalam sesi tanya jawab di acara Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terpumpun mengenai “Indeks Kepemilikan Emas dan Prospek Bullion Service di Indonesia”.

Kegiatan FGD ini diselenggarakan oleh Center for Strategic Policy Studies (CSPS) – Center for Strategic and Global Studies (CSGS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan PT. Pegadaian.

Kegiatan ini berlangsung pada Selasa (26/8/25) pagi secara luring dan daring. Secara luring, acara berlangsung di Gedung Institute for Advancement of Science Technology and Humanity (IASTH), Lantai 3, Kampus Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta. Sedangkan secara daring, acara berlangsung melalui zoom cloud meeting.

“Terdapat fenomena baru dalam hasil penelitian Indeks Kepemilikan Emas dan Prospek Bullion Service di Indonesia ini. Dibandingkan dua tahun lalu (2023), terjadi pergeseran jumlah kepemilikan emas responden tertinggi, yakni dari Bali pada 2023 ke Jawa Barat pada 2025. Ada fenomena baru apa ini?” tanya Rully Yusuf kepada tim peneliti CSPS – CSGS SKSG UI pada Selasa (26/8.25).

Bagaimana cara agar PT. Pegadaian, tanya Rully Yusuf, dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas pada saat ini? guna menjadi the leader in the bullion service ecosystem in Indonesia? “Jika toko emas menjadi agen dari PT. Pegadaian, Bagaimana prospek bisnisnya?” imbuhnya lebih lanjut.

Pertanyaan Kepala Divisi ESG PT. Pegadaian itu pun langsung direspon oleh Ketua CSPS – CSGS SKSG UI, Guntur Subagja Mahardika. Menurutnya, terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi tingginya minat masyarakat dalam membeli emas di Indonesia, termasuk di Jawa Barat dan Bali.

“Antara lain, faktor meningkatnya harga emas PT. Aneka Tambang (Antam) pada Kamis (14/8/25) sebesar Rp 16.000 per gram, dari sebelumnya Rp 1.964.000 per gram menjadi Rp 1.980.000 per gram. Sedangkan harga buyback emas PT. Antam naik sebesar Rp 17.000 per gram, dari sebelumnya Rp 1.810.000 per gram menjadi Rp 1.827.000 per gram,” jelas Guntur Subagja pada Selasa (26/8/25).

Kenaikan harga emas secara global ini, lanjut Guntur Subagja, membuat minat masyarakat semakin meningkat untuk membeli emas sebagai instrumen investasi ekonomi jangka panjang, sekaligus untuk melindungi nilai aset yang dimiliki. “Khususnya, di tengah ketidakpastian ekonomi global dan inflasi mata uang yang terus meningkat,” imbuhnya.

Guntur Subagja juga megapresiasi positif gagasan Kepala Divisi ESG PT. Pegadaian, Rully Yusuf, untuk menjadikan toko emas sebagai agen dari PT. Pegadaian. “Itu ide bagus, peluangnya besar, apalagi PT. Pegadaian menjadi pilihan ketiga bagi masyarakat untuk membeli emas, setelah toko emas dan aplikasi digital,” imbuhnya.

Kemudian, pertanyaan lainnya diajukan oleh Amelia dari Divisi Bisnis Bullion Service PT. Pegadaian. Ia bertanya tentang tren kepemilikan emas digital di masyarakat yang terus meningkat serta ke mana masyarakat melakukan transaksi jual beli emas?

“Bagaimana tim peneliti CSPS – CSGS SKSG UI melihat tren atau kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan aplikasi emas digital? khususnya terkait program pembiayaan atau Cicil Emas? Secara umum, dimana masyarakat melakukan transaksi jual beli emas?” tanya Amelia.

Pertanyaan dari Divisi Bisnis Bullion Sevice PT. Pegadaian itu segera ditanggapi oleh Ketua CSPS – CSGS SKSG UI, Guntur Subagja Mahardika. “Mayoritas masyarakat membeli emas di toko emas, lalu aplikasi digital, dan di PT. Pegadaian,” imbuhnya.

PT. Pegadaian, lanjutnya, menduduki peringkat ketiga pilihan masyarakat untuk melakukan transaksi jual beli emas, sesudah toko emas dan aplikasi digital. “Ini peluang besar, bagaimana PT. Pegadaian menjadi market leader di tingkat nasional dalam bisnis bullion service,” ucapnya.

“Pembelian emas melalui aplikasi digital atau tabungan online pun mengalami pertumbuhan positif. Buktinya, sebanyak 9 persen dari responden penelitian ini telah membeli emas melalui Galeri 24 Pegadaian,” ungkapnya.

Artinya, papar Guntur Subagja, terdapat peningkatan penggunaan aplikasi digital yang menjadi sinyal positif bagi adaptasi teknologi dan peluang pengembangan layanan digital emas di masa depan,”

Dalam laporan hasi penelitian ini, Guntur Subagja Mahardika pun menyatakan bahwa responden yang mengisi kuesioner survei berasal dari 11 kota besar yang menjadi ibu kota provinsi di Indonesia.

“11 kota besar yang kami survei itu ialah Daerah Khusus Jakarta, Denpasar (Bali), Bandung (Jawa Barat), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Pekanbaru (Riau), Serang (Banten), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), Medan (Sumatera Utara), dan Jambi (Jambi),” tutur Guntur.

Penelitian ini, ungkapnya, bertujuan untuk mengukur indeks kepemilikan emas ditinjau dari kategori jumlah emas yang dimiliki, yakni mulai dari tidak memiliki emas, emas < 5 gram, emas 5 – 10 gram, emas 10 – 20 gram, dan emas > 20 gram.

“Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui motivasi responden terhadap kepemilikan emas berdasarkan empat variabel, yakni tradisi, ekonomi, investasi dan keamanan,” ujar Guntur Subagja yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (INTANI) itu.

Penelitian ini pun, ungkapnya, bertujuan untuk mengetahui respon para responden terhadap bullion service. “Terdapat lima kategori jawaban dalam pertanyaan ini, yakni sangat setuju, setuju, normal, tidak setuju dan sangat tidak setuju,” paparnya.

“Secara umum, responden percaya terhadap manfaat dan profesionalisme layanan ‘bullion service’. Namun tingkat ekspose (pengenalan) dan pemahaman publik tehadap ‘bullion service masih terbatas,” kata Guntur Subagja.

Lima kategori jawaban itu, ucapnya, juga disediakan dalam kuesioner bagi responden, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait literasi keuangan. “Khususnya dalam memahami resiko investasi dan fungsi emas sebagai aset jangka panjang,” tuturnya.

Selain itu, ucapnya, pemahaman terhadap emas fisik versus emas digital (cicil emas) dan kebiasaan perencanaan keuangan bagi responden juga masih perlu ditingkatkan.

“Kami, peneliti CSPS SKSG UI, memandang perlunya edukasi lanjutan yang lebih praktis terhadap publik, khususnya terkait pengelolaan keuangan dan pilihan bentuk investasi emas yang tersedia di pasar,” ujar Guntur Subagja yang juga alumni Program Studi (Prodi) Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI) – UI itu.

Lebih lanjut, dalam sambutannya, Kepala CSGS – SKSG UI, Dr. Shobichatul Aminah, M.Si., mengapresiasi positif langkah PT. Pegadaian untuk berkolaborasi bersama dengan CSPS – CSGS SKSG UI dalam melaksanakan riset Indeks Kepemilikan Emas dan Prospek ‘Bullion Service’ di Indonesia.

“Kami menyambut baik langkah-langkah PT. Pegadaian dalam berkolaborasi bersama CSPS – CSGS SKSG UI untuk melaksanakan riset ‘Indeks Kepemilikan Emas dan Prospek ‘Bullion Service’ di Indonesia,” ucapnya.

Hal ini, lanjutnya, dapat semakin meningkatkan literasi dan edukasi publik terhadap nilai strategis emas sebagai instrumen investasi dan perlindungan terhadap aset ekonomi dalam jangka panjang.

“Apalagi harga emas cenderung stabil, bahkan nilainya terus meningkat, safe haven, tidak terpengaruh oleh inflasi dalam jangka panjang,” ujarnya.

Dalam konteks ini, lanjutnya, emas menjadi pilihan tepat investasi dan perlindungan aset bagi publik di tengah ketidakpastian situasi ekonomi global akibat perang Ukraina versus Rusia dan Krisis Timur Tengah.

Dalam FGD ini, turut hadir dan memaparkan hasil penelitian para peneliti dari CSPS – CSGS SKSG UI, yakni Dr. Nyoman Astawa, M.Si., M.Phil., Dr. Nova Rini, M.Si., Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si., Rabicha Hilma, M.Si., Andini Assyahidah, S.Stat., dan Safna Putri, M.Si.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.

LEAVE A REPLY