NEWSCOM.ID – Wakil Presiden Maruf Amin menerima jajaran Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN) di Kediaman Resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat.
Acara tersebut dihadiri oleh Deputi Akreditasi BSN dan Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Direktur Sistem dan Harmonisasi Akreditasi BSN Sugeng Raharjo, Direktur Keuangan LPPOM MUI Misbahul Ulum, dan Direktur Operasional LPPOM MUI Sumunar Jati.
Sementara Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, serta Staf Khusus Wapres Masduki Baidlowi, Lukmanul Hakim, dan Bambang Widianto
Dalam pertemuan tersebut, Deputi Akreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang juga merupakan Sekretaris KAN Donny Purnomo melaporkan bahwa BSN dan KAN sedang aktif bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk menyusun persyaratan akreditasi dan sertifikasi produk halal.
Persyaratan tersebut diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih cepat sehingga Peratuan Pemerintah sebagai turunan dari Undang-Undang sertifikat terkait dengan produk halal juga dapat dilalui dengan baik.
“Kami bekerja sama dengan LPPOM MUI dan BPJPH. Tentunya kami akan mempertimbangkan persyaratan-persyaratan yang selama ini sudah berjalan bisa menjadi bagian dari percepatan pemenuhan regulasi,” ujar Donny, Jumat (21/5/21).
Sementara itu Direktur Eksekutif LPPOM MUI Muti Arintawati mengungkapkan saat ini terjadi peningkatan permintaan sertifikasi halal untuk produk dan perusahaan.
“Kami punya data dari 2018 sampai Mei 2021, di sini bisa kita lihat bahwa jumlah produk bersertifikasi halal di MUI Pusat, pada tahun 2020 dengan kondisi pandemi ternyata Alhamdulillah jumlahnya masih tetap naik,” kata Muti.
Muti juga menyampaikan bahwa per 1 Mei 2021 jumlah produk yang bersertifikasi halal sudah mencapai 1.066 produk, atau setengah dari total kumulatif 2020.
Ia pun menyimpulkan jika pada 2021 peningkatannya sama seperti 2020, maka jumlah produk halal yang disertifikasi akan lebih banyak dibanding tahun sebelumnya. “Yang berinisiatif untuk mendaftar sertifikasi produk halal tetap banyak,” kata Muti.
Wapres mengatakan banyak lembaga sertifikasi halal dari negara lain yang meminta pengakuan dari Indonesia. Namun hingga kini, kata Wapres, Indonesia belum menjadi negara produsen halal terbesar di dunia, melainkan baru sebatas konsumen saja.
“Banyak lembaga sertifikat halal (dari negara lain) itu minta pengakuan, minta endorsement dari sini, tapi kita belum menjadi produsen halal terbesar dunia. Ini yang kita ingin tingkatkan,” ujar Wapres.
Untuk itu, Wapres mengatakan, pemerintah memiliki komitmen untuk mengembangkan industri halal ini, salah satunya dengan memberikan stimulan kepada Kawasan Industri Halal (KIH) berupa kesamaan fasilitas program yang didapat oleh Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Bukan hanya sertifikasi halalnya saja, permodalan dan fasilitas lain juga difasilitasi supaya industri halal ini tumbuh. Salah satunya untuk sertifikasi harus dilayani dalam satu atap terintegrasi, sehingga nanti antara BPJPH yang mengeluarkan dan juga Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) ini harus bekerjasama di situ,” jelas Wapres.
Menurut dia, kasus ini dipicu saat ekspor ke negara tujuan yang tidak memerlukan sertifikasi halal, sehingga dokumen ekspornya tidak dicantumkan produk halal.
“Itu sudah ada kesepakatan dari Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dengan pihak Bea Cukai untuk masalah penertiban pencatatan dengan Bea Cukai sehingga semua produk kita tercatat,” kata Wapres.
“Ini salah satu yang juga menjadi tugas kita supaya Indonesia menjadi pemain utama ekspor produk halal sehingga semuanya tercatat,” pungkas Wakil Presiden republik Indonesia Maruf Amin. (ud/ed).