Bahas EBT dan Perubahan Iklim, METI Mengusulkan Enam Rekomendasi

0
450
Sumber: CSPS SKSG UI

NEWSCOM.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Yudha Permana Jayadikarta, menjadi salah seorang narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) pada Rabu (18/09/24) dengan tema: Krisis Energi.

Dalam FGD ini, beliau memaparkan materi presentasi berjudul: “Indonesia’s Energy Independence Journey: Advancing Renewables and Carbon Strategies in a Time of Global Crisis“ atau “Perjalanan Kemandirian Energi Indonesia: Memajukan Strategi Energi Terbarukan dan Karbon di Saat Krisis Global“.

Terdapat enam tema lainnya yang dibahas dalam FGD, yakni: 1. Pangan dan Maritim, 2. Stunting dan Gizi Buruk, 3. Kemiskinan, 4. Krisis Lingkungan, 5. Ekonomi Pancasila, dan 6. Hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA).

FGD ini merupakan rangkaian dari Strategic Policy Forum (SPF) yang diselenggarakan oleh Center for Strategic and Policy Studies (CSPS). CSPS adalah Pusat Riset di bawah koordinasi Unit Kegiatan Khusus (UKK) Center For Strategic and Global Studies (CSGS) – Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI).

FGD ini berlangsung di Gedung Institute for Advancement Studies of Technology and Humanity (IASTH) Lantai 3, Kampus UI, Salemba, Jakarta. Adapun tema SPF ialah: “Membedah Program Strategi Pemerintah Baru dan Solusi Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045“.

FGD ini disiarkan secara langsung, live streaming, oleh akun Youtube SKSG UI di laman https://youtu.be/FGlbgDJ_c-U, dengan durasi waktu 8 jam 16 menit 31 detik.

Video berjudul:”FGD: Membedah Program Strategis Pemeirntah Baru dan Solusi Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045” ini telah disaksikan oleh 965 penonton hingga berita ditayangkan.

Secara umum, dalam paparannya, Direktur Eksekutif METI, Yudha Permana Jayadikarta, membahas seputar Energi Baru Terbarukan (EBT) berbasis listrik, air, angin, laut dan matahari, serta Energi Hijau berbasis hutan dan tanaman. Tujuannya ialah mengurangi emisi karbon atau Gas Karbondioksida (CO2) di Indonesia dan dunia.

Selain itu, menurutnya, terdapat enam rekomendasi yang diajukan oleh METI kepada pemerintah, yakni:

  1. Mengurangi ketergantungan terhadap energi listrik yang dibangkitkan dari bahan bakar fosil. Tepatnya, bagaimana mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan PLT dari energi fosil lainnya.
  2. Mempeluas interkoneksi jaringan dan meningkatkan pembangunan infrastruktur jaringan listrik agar dapat mengakomodasi energi terbarukan, terutama energi terbarukan yang sifatnya intermitten.
  3. Meningkatkan skema komersial dari proyek energi terbarukan dan akeselerasi regulasi serta tentu saja perizinan, implementasi dari proyek energi terbarukan.
  4. Mengembangkan pembiayaan, yang saat ini masih belum tercapai kesepakatan antara pengembang, dan perbankan dan non perbankan, yang bisa memberikan bantuan pendanaan sehingga bisa dicapai dengan rendah dan adanya insentif untuk pengembangan energi terbarukan.
  5. Mendukung transisi teknologi serta kapasitas dan ini berkaitan dengan sumber daya manusia yang bisa ikut serta dalam proses transisi energi.
  6. Mengoptimalkan lingkungan kebijakan dan regulasi.

“Bicara soal transisi energi itu, sebenarnya kita mau merespon perubahan iklim, karena ada ancaman perubahan iklim yang bisa menyebabkan beberapa bencana alam, diantaranya adalah kenaikan permukaan air laut, terus juga ada kemungkinan kepunahan dari beberapa spesies tertentu,” jelas Yudha pada Rabu (18/08/24).

Tentu saja kita, lanjutnya, bisa akan mengalami kekurangan sumber daya, dan tentu saja berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan bisa menurunkan GDP (Gross Domestic Product) hingga US$ 400 miliar, dengan kenaikan suhu sekitar 4 persen.

Secara khusus, METI juga membahas seputar optimalisasi peran dan fungsi Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dalam pengembangan energi terbarukan.

“Kira-kira, solusi apa yang bisa dilakukan pemerintah? Sebenarnya, pemerintah sudah memiliki Badan yang sudah dibentuk kira-kira empat tahun yang lalu, yaitu Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Badan ini memiliki fungsi, yaitu memberikan insentif untuk mendukung proyek-proyek energi terbarukan,” jelas Yudha.

Harapannya, BPDLH ini bisa menarik pendanaan Non-APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), untuk mengurangi resiko proyek energi terbarukan melalui tentu saja dukungan pendanaan yang inovatif.

“Yang sering kali dihadapi oleh para pengembang proyek energi terbarukan, resiko-resiko tersebut meliputi perizinan, perjanjian pemberian listrik, penutupan finansial, konstruksi, serta operasionalisasi,” paparnya.

Lebih lanjut, narasumber lainnya dalam tema FGD “Krisis Energi” ini ialah Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Mohammad Eddy Dwiyanto Soeparno, S.H., M.H. Beliau memaparkan materi dengan judul: “Mencapai Kemandirian Energi Melalui Transisi Energi”.

Hadir juga sejumlah narasumber, yakni Ketua Umum Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI), dan Dr. Ir. Sumanggar Milton Pakpahan, M.M., C.E.R.G., dan Kepala Divisi Penanganan Kasus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Sinung Karto, S.H.

Turut hadir Dekan Fakultas Teknologi Mineral dan Energi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Dr. Ir. Raden Mas (R.M.) Basuki Rahmad, M.T., selaku narasumber dalam FGD ini.

Dalam FGD bertema Krisis Energi, acara dibuka secara resmi dengan kata sambutan dari Ketua CSPS – CSGS SKSG UI, Guntur Subagja Mahardika, S.Sos., M.Si. Adapun moderator acara ialah Ketua Rumah Perdamaian – CSGS SKSG UI, Kingkin Wardaya, S.Pd., M.Si.

Penulis: Peneliti CSPS – CSGS SKSG UI

Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.

LEAVE A REPLY