PSBB Yang Berkeadilan Sosial

0
864
Sumber: LKBN Antara

PSBB yang Berkeadilan Sosial

Oleh: Agung Prihatna, S.Sos., M.Kesos

(Direktur Eksekutif Center of Social Security Studies, Pemerhati Masalah Sosial)

Pandemi COVID-19 tidak bisa dipandang sebelah mata. Penyebarannya begitu cepat ke seluruh dunia hingga membuat kepanikan yang luar biasa. Sekarang, virus tersebut telah menyebar ke hampir setiap negara dan pada akhirnya dapat menginfeksi sekitar 2,1 juta orang, mungkin membunuh 10% dari mereka. Pikiran yang menakutkan memang. Segala aktivitas manusia dihentikan dan kehidupan sosial, politik dan ekonomi menjadi lumpuh.

Pandemi COVID-19 adalah musuh bersama karena itu harus pula diatasi secara bersama. Kerja bersama, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional adalah pilihan paling tepat untuk mengatasi krisis ini. Salah satu prinsip yang bisa dijadikan rujukan agar Indonesia tidak masuk ke kondisi terburuk adalah selama kita tidak bisa mengendalikan pandemi COVID-19, kita tidak akan dapat berbuat banyak tentang ekonomi nasional.

Di tengah rasa takut Pandemi COVID-19, ternyata masih banyak warga negara yang bekerja tanpa rasa takut. COVID-19 memang menakutkan, namun mau tidak mau mereka harus berjibaku melawan ketakutan agar bisa bertahan hidup (survive). Misalnya, masyarakat yang tak memiliki penghasilan tetap setiap bulan, tukang ojek, para penjual jajan keliling, pedagang tradisional di pasar.

Presiden Republik Indonesia (RI), Ir. H. Joko Widodo, pada tanggal 15 Maret 2020 telah mengimbau masyarakat untuk melakukan social distancing, menghindari keramaian dan menjaga jarak, termasuk mengupayakan agar tidak bersentuhan dan berdekatan dengan orang lain untuk meminimalkan penyebaran COVID-19. Social distancing juga dilakukan dengan cara bekerja, belajar, dan beribadah di rumah.

Kemudian disusul dengan Maklumat Kepala Kepolisian RI (Kapolri), Jenderal Polisi Drs. Idham Azis, M.Si., tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Korona (COVID-19). Regulasi lain yang juga relevan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam Undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah “Pembatasan Sosial Berskala Besar” (PSBB).

PSBB dilakukan sebagai upaya pembatasan kegiatan tertentu bagi penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit. Tujuannya ialah untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar di lintas wilayah atau lintas negara. Undang-undang (UU) ini juga menyebutkan bahwa PSBB menjadi salah satu bentuk penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan yang paling sedikit, meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/ atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Pasal 93 dalam UU Kekarantinaan Kesehatan mengancam setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/ atau menghalang-halangi penyelenggaraaan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan “kedaruratan kesehatan masyarakat” dengan pidana paling lama 1 tahun penjara dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000.

Sikap proaktif pemerintah dalam menangani COVID-19 memang jadi kunci dalam menghentikan persebaran virus. Upaya deteksi dini dengan memperbanyak jumlah tes serta cara pembacaan yang akurat dan komprehensif penting dilakukan. Karena itu, yang dibutuhkan sekarang ini adalah solusi terkoordinasi. Tentu solusi itu harus terkoordinasi dari pusat hingga daerah, tidak bisa daerah main sendiri-sendiri sesuai keinginan masing-masing. Apalagi sekedar mencari popularitas di atas bencana.

Social Security

Ekonom Joseph Stiglitz mengungkapkan bahwa kelemahan pemerintah di bawah rezim kapitalisme global adalah tidak menyediakan jaminan sosial bagi warga negaranya. Di negara-negara maju seperti di Eropa, jaminan sosial bagi pekerja, penganggur dan lanjut usia sangat memadai. Dengan kata lain, jika ada krisis baik resesi keuangan global maupun krisis akibat pandemi COVID-19 seperti sekarang, warga negara sudah dibekali safety net (jaring pengaman) sehinga mereka tidak kesulitan. Di tengah pandemi COVID-19 sekarang ini, negara negara Eropa tidak kesulitan melakukan lockdown nasional demi menyelamatkan warga negaranya.

Di Indonesia, model kebijakan jaminan sosial seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan memang sudah ada. Namun dalam kondisi pandemi saat ini, rasanya tidak bisa menyelamatkan krisis seperti sekarang. Untuk mengantisipasi krisis karena pandemi COVID-19, Presiden Joko Widodo jangan hanya mengeluarkan jurus penyelamatan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemerintah harus menyelamatkan kehidupan warga negara yang rentan. Dengan bekal seperti itu, mereka dapat menjalankan social distancing dengan baik. Itu tanda negara hadir.

Model kebijakan jaminan sosial yang dikembangkan dengan adanya pandemi ini harus benar-benar sampai pada warga negara, dengan resiko yang sama baik terhadap perlambatan ekonomi maupun terhadap krisis sosial ekonomi akibat social atau physical distancing. Jaminan sosial dasar ini dalam rangka mempersiapkan masyarakat mandiri di masa-masa krisis seperti ini. Masyarakat setidaknya diberikan kemampuan ekonomi minimum agar mampu melewati situasi ini dengan kuat. Kita semua harus bisa memastikan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait relaksasi ekonomi. Jaring pengaman sosial pun harus benar-benar sampai ke masyarakat.

Editor: Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.

Redaktur Website NEWSCOM.ID

LEAVE A REPLY