Wapres Ma’ruf: “al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah”

0
72165
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=js6GZIzNT5s&t=22s / Asdep KIP Setwapres RI

NEWSCOM.ID, JAKARTA – Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) harus berjalan seimbang dengan penjagaan kita terhadap hal-hal lama yang baik. Prinsipnya ialah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah, yakni ‘Memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik’.

Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI), Prof. Dr. (H.C.) Drs. KH. Ma’ruf Amin, menyatakan hal itu pada Selasa (21/7), melalui Video Konferensi dari Kediaman Resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta.

Seperti dilansir dari laman http://www.wapresri.go.id/, Wapres Prof. KH. Ma’ruf Amin menjadi narasumber utama (keynote speaker) sekaligus membuka acara Dies Natalis Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) VII. Acara ini mengangkat tema Berlari Menuju Universitas Terkemuka dan Unggul.

“Kemajuan IPTEK ditengah arus globalisasi yang cepat saat ini adalah suatu keniscayaan yang tidak mungkin dihindari. Selain memberikan berbagai manfaat yang telah kita rasakan, kemajuan IPTEK juga membawa disruptif atau perubahan cepat yang mendasar,” tutur Wapres Prof. KH. Ma’ruf Amin.

Dampak disruptif akibat kemajuan IPTEK ini, lanjutnya, telah dan akan mengubah cara manusia dalam beraktifitas, berbisnis, berproduksi, bertransaksi dan berinteraksi.

Menurutnya, sebagai lembaga pendidikan yang berbasis organisasi massa Islam, UNUSA harus terus memegang teguh dan menerapkan paradigma NU.

“Khususnya paradigma al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah, yakni ‘Memelihara yang lama yang masih baik dan mengambil yang baru yang lebih baik,” ucap Wapres Prof. KH. Ma’ruf Amin.

Lebih lanjut, Wapres Prof. KH. Ma’ruf Amin menjelaskan bahwa memelihara hal-hal yang lama yang baik artinya menjaga warisan yang dimiliki. Warisan itu meliputi akidah, yakni akidah ahlus sunnah wal jama’ah, dan cara berfikir ala NU (fikrah nahdliyah), yaitu cara berfikir moderat, dinamis, dan bermanhaj, serta amaliyah nahdliyah.

“Adapun mengambil hal-hal yang baru yang lebih baik artinya melakukan transformasi, terutama yang menyangkut Ilmu pengetahuan dan teknologi, yang yang pada saat ini menjadi penentu kemajuan dan daya saing,” jelasnya.

Editor: Muhammad Ibrahim Hamdani

LEAVE A REPLY