Dengan Kultur Jaringan Sederhana, Petani Jamur Garut Sukes Memiliki 40 Jaringan Pemasaran di Indonesia

0
700

NEWSCOM.ID – Teknik kultur jaringan menjadi salah satu solusi bagi para petani untuk memperoleh bibit unggul tanaman, salah satunya bibit jamur. “Kelemahan kita memang saat ini yaitu dalam menduplikasi benih bibit F1, sehingga produktivitas petani tidak optimal,” ungkap ketua umum Intani, Guntur Subagja saat menyampaikan pengantar untuk webinar inspirasi bisnis Intani seri ke 73, Rabu (08/06).

Mengangkat tema ‘Peluang Bisnis Jamur HU’, Intani mengundang narasumber inspiratif M. Subhi Abdul Jabar, owner PD Maju Berkah Sejahtera dan petani bibit jamur HU, Garut – Jawa Barat. Kegiatan webinar ini dipandu oleh Ila Failani dari Komite Informasi & Komunikasi Intani.

“Saya budidaya beberapa komoditi tanaman seperti kopi, kentang dan paling fokus pada jamur selama 15 tahun, khususnya pembibitan jamur dengan teknik kultur jaringan sederhana,” terang Subhi saat mengawali paparannya.

Dari pengamatannya menjadi penyuluh swadaya sejak tahun 2013, Subhi menceritakan bahwa jamur memiliki potensi pasar yang sangat besar. “Permintaan pasar besar namun tidak banyak petani jamur karena  minimnya pengetahuan akan budidaya jamur”.

Pria lulusan Madrasah Aliyah ini mempelajari secara otodidak teknik kultur jaringan ini. “Asal ada kemauan, kita pasti bisa. Saya memodifikasi peralatan kultur jaringan dengan peralatan sederhana yang ada di lingkungan sekitar seperti botol bekas dan panci presto”.

Dengan tekad yang kuat, Subhi yakin bahwa teknik kultur jaringan tidak selalu harus menggunakan sarana dan prasarana yang mahal. “Seperti untuk ruangan laboraturium, saya hanya memodifikasi ruang tamu di rumah sebagai laboraturium praktek,” terangnya.

Subhi menceritakan bahwa bukanlah hal mudah untuk mengadaptasi teknik kultur jaringan dengan peralatan sederhana. “Saya mengalami lebih dari 300 kegagalan, tetapi dari ini saya jadi lebih paham dan bisa berbagi pengalaman ke petani lain yang ingin belajar teknik kultur jaringan sedehana ini”.

Tidak hanya pada jamur, Subhi mengatakan sudah mempraktekan teknik kultur jaringan ini pada komoditi kentang dan akan mencoba pada komoditi lainnya.

Untuk kegiatan bisnisnya seperti membuat baglog dan bibit, Subhi memberdayakan masyarakat sekitar seperti pemuda, ibu rumah tangga dan penyandang disabilitas. “Prinsip saya, sekecil apapun usaha kita tetap bisa memberikan dampak sosial bagi lingkungan sekitar. Terutama saya ingin membangun kepercayaan diri bagi penyandang disabilitas, bahwa dengan keterbatasan fisik mereka mampu berkarya”.

Subhi mengatakan ada 4 jenis jamur yang dibudidayakan yaitu, jamur tiram coklat, jamur tiram putih, jamur tiram florida dan jamur kuping. Keuntungan yang diperoleh dari baglog mencapai 50% dalam satu bulan sedangkan bibit mencapai 75 % dalam dua minggu. “Alhamdulillah, sekarang sudah memiliki 40 jaringan pemasaran dan terbaru kami mendapat kontrak kerja sama dengan permintaan 40.000 baglog,” terangnya.

Guntur Subagja sangat kagum dengan pemaparan Subhi yang mampu melakukan teknik kultur jariangan menggunakan peralatan sederhana. “Saya rasa sudah tepat kalau Subhi ini dijuluki ‘Profesor’ Kultur Jaringan, ini sangat luar biasa. Teknik kultur jaringan yang umumnya sangat mahal dimodifikasi dengan sederhana, sekelas ahli saja saya rasa belum tentu mampu,” ujarnya.

Dengan kemampuan Subhi, Guntur sangat yakin krisis bibit unggul di Indonesia mampu teratasi. “Membangun ketahanan pangan harusnya seperti ini, dimulai dari dasar. Bersama Intani, kita akan kolaborasi dan sosialisasikan agar lebih banyak wilayah di Indonesia dapat menjangkau bibit unggul yang dihasilkan Subhi,” pungkas Guntur.*

LEAVE A REPLY