Antara Moderasi Beragama, Tantangan Disrupsi dan Masjid Ramah Anak

0
288
Sumber: PRIMA DMI / Muhammad Ibrahim Hamdani

NEWSCOM.ID, KOTA BANDUNG – Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Barat, Drs. H. Ajam Mustajam, M.Si., menyatakan bahwa program Penguatan Moderasi Beragama merupakan lompatan besar dalam menghadapi berbagai perubahan yang berlangsung cepat di era disrupsi saat ini.

“Era disrupsi saat ini ditandai dengan perubahan besar di bidang teknologi informasi dan pesatnya digitalisasi, seperti hadirnya internet, IoT (Internet of Things), smart phone (telepon genggam cerdas) dan aplikasi zoom (teknologi audio visual digital). Konsep Moderasi Beragama menjadi lompatan besar di era disrupsi saat ini,” tuturnya.

Kakanwil Kemenag Provinsi Jabar, Drs. H. Ajam Mustajam, M.Si., menyatakan hal itu pada Selasa (23/01/24) sore, saat memberikan kata sambutan dan membuka secara resmi acara: “Orientasi Pelopor Penguatan Moderasi Beragama Bagi Perempuan Pengurus Masjid di Wilayah Jawa Barat”.

Acara ini berlangsung di Hotel Aston, Pasteur, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (23/01/24) hingga Jumat (26/01/24), serta diselenggarakan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) bekerja sama dengan Pusat Kerukunan Antar Umat Beragama (PKUB) – Kemenag RI.

“Konsep Moderasi Beragama bertujuan untuk menghadapi perubahan yang berlangsung serba cepat di era disrupsi saat ini, khususnya di Indonesia. Harapannya, keutuhan wilayah Negara Kesatuan RI (NKRI) yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hinga Pulau Rote, dapat tetap terjaga,” ujar Drs. H. Ajam Mustajam, M.Si.

Kita, lanjutnya, tidak ingin ada lagi konflik Poso, Sampit dan Ambon jilid kedua. Kita harus menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia. “Apalagi di Indonesia ini terdapat enam agama, lebih dari 600 suku bangsa dan lebih dari 17.000 pulau,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat itu menyoroti konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia, mulai dari Eropa hingga Timur Tengah. Saat ini, ungkapnya, perang antara Rusia versus Ukraina terus terjadi di Eropa, begitu pula perang antara zionis Israel melawan bangsa Palestina sedang terjadi di Timur Tengah.

“Padahal luas wilayah Indonesia itu hampir sama dengan kawasan Timur Tengah yang terdiri dari 32 negara, juga sebanding dengan luas wilayah Benua Eropa. Itu sebabnya konsep moderasi beragama sangat diperlukan di Indonesia,” ucapnya.

Konsep moderasi beragama, ucapnya, memiliki sejumlah karakteristik, antara lain bersifat akomodatif terhadap tradisi dan budaya yang tidak merusak NKRI, serta menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama, serta menerima kenyataan adanya perbedaan dan persamaan di tengah kemajemukan NKRI.

“Misalnya di Jawa Barat, kita mengenal filosofi budaya Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh dan Silih Wangi di masyarakat Sunda. Lalu ada pula ajaran Tri Tangtu di Buana yang dicetuskan oleh Prabu Siliwangi. Jadi Insya Allah, Bapak dan Ibu para pengurus masjid, muballigh dan muballighah, akan mendapatkan banyak ilmu di sini,” paparnya.

  • Masjid Ramah Anak, Lansia, Penyandang Disabilitas dan Perempuan

Sebelumnya Ketua Pimpinan Pusat (PP) DMI Bidang Pembinaan Potensi Muslimah, Anak dan Keluarga (PPMAK), Dr. Hj. Maria Ulfah Anshor, M.Si., dalam sambutannya, menyatakan bahwa Program Masjid Ramah Anak, Lanjut Usia (Lansia), Penyandang Disabilitas dan Perempuan bersifat seiring dan sejalan dengan konsep Moderasi Beragama.

“Departemen PPMAK PP DMI dan Kemenag RI telah bekerja sama membuat modul pelati-han dan materi pembelajaran tentang Program Masjid Ramah Anak, Lansia, Penyandang Disabilitas dan Perempuan. Modul pelatihan ini mengutamakan dakwah yang merangkul, bukan memukul, mengajak, bukan mengejek, dan membina, bukan menghina,” tuturnya.

Dasar hukumnya, lanjut Dr. Maria Ulfah, adalah adanya Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman antara DMI dengan Kemenag RI.

“Program ini menjadi kontribusi besar dari segenap pengurus DMI, Kemenag RI dan pengurus masjid, serta seiring dan sejalan dengan konsep Moderasi Beragama dari Kemenag RI,” ujarnya pada Selasa (23/01/24).

Menurutnya, sejumlah masjid di Indonesia juga terpilih menjadi program percontohan bagi Masjid Ramah Anak, Ramah Lansia dan Ramah Penyandang Disabilitas.

“Alhamdulillah, masjid-masjid percontohan itu juga mendapatkan bantuan dana dan fasilitas dari Kemenag RI senilai RP 50 juta per masjid, termasuk penyimpanan data digital di Sistem Informasi Masjid (SIMAS) yang dikelola oleh Kemenag RI,” paparnya.

Selain itu, ungkapnya, Masjid Ramah Anak juga sesuai dengan Konvensi Perlindungan Hak Anak yang ditetapkan oleh United Nations’s Children’s Fund (UNICEF). “Semoga pelaksanaan Program Masjid Ramah Anak semakin maju dan berkembang di Indonesia,” ungkap Dr. Maria Ulfah Anshor, M.Si.

Turut hadir dan memberikan laporan kegiatan Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Tata Usaha (TU) Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag RI, Desmon Andrian, S.E., M.AB. Hadir juga Sekretaris Departemen PPMAK PP DMI, Prof. Dr. Hj. Kustini Kosasih, M.Si., dalam acara ini.

Kegiatan ini dihadiri oleh 50 peserta, termasuk sejumlah pengurus Badan Otonom (Banom) DMI, yakni Korps Muballighah DMI, Badan Koordinasi Majelis Taklim Masjid (BKMM) DMI, Badan Pembina Taman Kanak-Kanak Islam Indonesia (BPTKI) DMI dan Perhimpunan Remaja Masjid (PRIMA) DMI.

Kemudian, terdapat dua orang pemateri sekaligus fasilitator utama dalam pelatihan ini, antara lain Dr. Hj. Iklillah Muzayyanah Dini Fajriyah, M.Si., yang juga Dosen dan Peneliti di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI).

Pemateri dan fasilitator lainnya dalam kegiatan ini ialah Prof. Dr. Muhbib Abdul Wahab, M.Ag., yang juga Dosen dan Peneliti di Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah di Kota Tangerang Selatan, Banten.

  • Konsep Moderasi Beragama

Seperti dikutip dari laman resmi Kemenag RI, http://www.kemenag.go.id, definisi dari Moderasi Beragama ialah cara pandang, sikap dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Moderasi beragama bukanlah upaya memoderasikan agama, melainkan memoderasi pemahaman dan pengalaman kita dalam beragama.

Berdasarkan pantauan NEWSCOM.ID, secara umum, kedua pemateri membahas tentang metode Analisa Puncak Gunung Es (Iceberg Analysis) sebagai alat untuk membedah dan memahami aneka ragam persoalan di wilayah Indonesia secara ilmiah dan terstruktur. Adapun pendekatannya menggunakan konsep moderasi beragama.

“Tedapat sembilan kata kunci dalam konsep moderai beragama, yakni Kemanusiaan, Kemasalahatan Umum, Adil, Berimbang, Taat Konstitusi, Komitmen Kebangsaan, Toleransi, Anti Kekerasan, dan Apresiasi Terhadap Tradisi,” tutur Dr. Hj. Iklillah Muzayyanah Dini Fajriyah, M.Si., pada Selasa (23/01/24) malam.

Adapun unit analisa dalam Iceberg Analysis, lanjutnya, ialah Event atau kasus dan peristiwa, Pola dan Tren, Sistem Struktur, Mental Model, Rethinking atau Refleksi Mental Model, Redesigning atau Pengarusutamaan Moderasi Beragama pada kebijakan, program dan kegiatan, serta Reframing atau Memastikan perilaku moderat dengan indikator terukur.

“Satu unit analisa lainnya dalam Iceberg Analysis ialah Reacting atau Respon Baru yang Moderat. Iceberg Analysis juga dikenal dengan istilah U Process karena lukisan alur berpikirnya yang seperti huruf U. Metode Analisa Puncak Guneng Es ini ditemukan oleh Ernest Hemingway,” jelas Dr. Hj. Iklillah Muzayyanah Dini Fajriyah, M.Si.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.

Direktur Bidang Media, Komunikasi dan Informasi PP PRIMA DMI.

LEAVE A REPLY