Pemilihan Milli Majelis, Azerbaijan Undang Tim Pemantau Indonesia

0
774
Anggia Ermarini, anggota Komisi IX DPR dari PKB yang diundang khusus untuk mengamati dan meliput pemilihan itu. Sumber: Istimewa / Muhammad Anthony

NEWSCOM.ID, BAKU, AZERBAIJAN – Azerbaijan telah menyelenggarakan pemilihan anggota Milli Majelis (Majelis Nasional), semacam pemilihan legislatif (pilleg), pada Ahad (9/2). Ini pemilihan ke-6 sejak negara itu memperoleh kembali kemerdekaannya pada tahun 1991 setelah runtuhnya Uni Soviet. Sebanyak 1.314 orang mencalonkan diri, di antaranya hampir 300 perempuan.

Anggia Ermarini, anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Ketua Umum Fatayat NU (2015-2020), serta Veeramalla Anjaiah dan Mohammad Anthoni telah diundang secara khusus untuk mengamati dan meliput pemilihan itu.

Kami juga mengunjungi tiga tempat pemungutan suara di Baku, ibu kota Azerbaijan, beberapa saat setelah pemungutan suara resmi dibuka pukul 08.00 waktu setempat.

Ratusan pengamat asing dan lokal serta wartawan dari 130 media (47 negara) pun melaporkan pesta demokrasi ala Azerbaijan itu, saat suhu udara di luar ruang rata-rata di bawah suhu 5 derajat celsius dan angin bertiup relatif kencang.

Surat kabar berbahasa Inggris di toko-toko buku juga habis terjual karena para pengamat dan wartawan dari luar negeri ingin mengetahui laporan-laporan yang dipublikasikan harian lokal.

Rombongan dari Indonesia didampingi oleh Mourad, petugas penghubung, untuk menuju tempat-tempat pemungutan suara. Namun kami tak menemukan foto-foto dan gambar-gambar para calon di tepi-tepi jalan atau seruan-seruan untuk memberikan suara.

Pusat kota Baku juga bersih dari pemasangan foto-foto para calon dan poster. Mereka berkampanye lewat media sosial dan bertemu dengan calon-calon pemilih sebelum masa kampanye ditutup, kata sumber-sumber.

Tempat-tempat pemungutan suara yang dikunjungi itu umumnya berada di aula sekolah atau rumah susun. Kain berwarna biru langit, merah, hijau dan putih menutup bilik-bilik suara dan taplak meja. Warna-warna tersebut sama dengan warna bendera Azerbaijan, negara yang berjuluk “land of fire” dan juga “land of wine”.

Tempat pemungutan suara pertama yang dikunjungi rombongan itu ialah sebuah ruang berukuran 4×6 meter dan memiliki enam bilik suara. Rata-rata pemilih berusia di atas 50 tahun, mereka berdatangan dengan mengenakan baju-baju tebal.

“Mereka adalah pengungsi dari Nagorno-Karabakh dan tinggal di rumah susun ini,” ujar Mourad, yang kedua orang tuanya juga berasal dari wilayah tersebut dan kini dikuasai tentara Armenia.

Mourad, yang menuntut ilmu di Sydney, Australia, dan menjadi pemilih pemula, telah memberikan suara di tempat lain yang berjarak beberapa kilometer dari tempat pemungutan suara pertama. Setelah mendaftar dan menunjukkan kartu identitas sebagai pemilih, ia mendapat secarik kertas berisi daftar calon.

Di kertas itu, hanya ada daftar nama tanpa foto para calon anggota parlemen. Para pemilih, termasuk Mourad, hanya memberikan tanda silang pada bagian tulisan nama calon yang dipilih di bilik suara. Lalu ia melipat dan memasukkan kertas itu ke dalam kotak plastik transparan, bukan kardus.

Setelah memberikan suara, seorang petugas menyemprotkan cairan di kuku salah satu jempol tiap pemilih sebagai tanda sudah memberikan suara. Hal ini untuk menghindari pemberian suara dua kali.

Petugas juga dilengkapi alat senter ultra violet untuk mengecek ulang bahwa kuku pemilih telah disemprot cairan khusus bening, bukan tinta berwarna hitam atau warna lainnya. Sekitar 200-300 pemilih terdaftar di tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan setiap pemilih hanya memerlukan waktu 5-10 menit untuk memberikan suara.

Di TPS tempat Mourad memberikan suara, Anggia tertarik untuk berswafoto karena sebagian besar petugas adalah kaum Hawa (perempuan) berseragam resmi. Petugas mencatat nama-nama yang datang bukan sebagai pemilih.

Kemudian rombongan itu pergi untuk maksud dan tujuan yang sama ke Evrika Liseyi, sebuah gedung sekolah berlantai lima. Di ruang besar untuk berolah raga, sebuah TPS yang berukuran 10×10 meter disediakan bagi para pemilih.

Sebelum tengah (siang) hari, sudah lebih dari 200 orang yang memberikan suara di TPS itu dan pemungutan suara ditutup pukul 19.00 waktu setempat. Sejumlah orang duduk berderet di masing-masing kursinya untuk menyaksikan proses pemungutan suara. Mereka adalah pengamat dan saksi.

Beberapa wartawan dari surat kabar dan televisi lokal juga datang untuk menyiarkan pemungutan suara itu.

Salah seorang saksi mengatakan, dirinya rela tanpa menerima bayaran untuk menjadi saksi. “Saya sebagai pemilih pemula dan bersedia menjadi saksi untuk memberikan dukungan bagi calon saya,” ujar gadis itu. Namun ia menolak memberitahu namanya, seraya menunjuk sebuah nama calon yang berusia sekitar 20 tahun.

Generasi lebih muda tampak antusias berperan serta dalam proses pemilihan, setelah Presiden Ilham Aliyev menandatanagani dekrit untuk membubarkan parlemen pada Desember 2019. Ilham Aliyev memilih untuk menyelenggarakan pemilihan lebih cepat delapan bulan dari jadwal.

Tercatat lebih dari 90 persen pemilih berusia di bawah 40 tahun dan seperlima calonnya adalah perempuan yang jumlahnya naik dibandingkan pemilihan-pemilihan sebelumnya.

Komisi Pemilihan Pusat (CEC) Azerbaijan mengumumkan bahwa maksud dan tujuan dari pemilihan itu ialah fokus pada reformasi ekonomi, untuk mengganti sistem lama dan memberikan posisi tinggi bagi para pemimpin profesional yang lebih muda.

Pemilihan pada Ahad (9/2) itu diikuti oleh para legislator veteran untuk menghadapi calon-calon anggota Mili Majelis yang lebih muda dengan latar belakang pendidikan Barat dari partai berkuasa. Tujuannya ialah upaya partai berkuasa untuk memberikan kesempatan bagi bagi calon-calon yang lebih profesional.

Sehari setelah pemilihan Partai Azerbaijan Baru (Yeni Azerbaijan/ YAP), yang dipimpin oleh Presiden Ilham Aliyev, dilaporkan telah memperoleh 65 dari total 125 kursi di parlemen dan diyakini menguasai suara di parlemen.

Presiden Ilham Aliyev telah berkuasa selama 17 tahun dan ingin mengonsolidasikan kekuasaannya. Ia juga ingin mempercepat reformasi ekonomi dengan mengganti tokoh-tokoh tua yang masih bercokol dan dekat dengan ayahnya, Presiden Hayder Aliyev.

Calon-calon independen, sebagian besar pendukung kebijakan-kebijakan YAP, meraih hampir semua sisa kursi yang diperebutkan dalam pemilihan 9 Februari itu.

Kendati memiliki sumber daya energi, negara di Laut Kaspia itu terus berjuang mengatasi pengangguran. Dari 10 juta penduduk Azerbaijan, masih banyak yang belum menikmati keuntungan dari minyak dan gas yang diproduksi negara.

Azerbaijan tidak terikat dengan kelompok-kelompok besar di kawasan seperti Uni Eropa atau Uni Ekonomi Eurasia pimpinan Rusia. Jadi kebijakan luar negerinya berimbang antara Rusia, Barat dan Iran.

Partai Musavat, partai oposisi utama, dilaporkan telah menuding YAP, yang sudah berkuasa selama hampir tiga dekade, telah mengadakan pemungutan suara dengan cara-cara yang tidak fair (curang).

“Kami sudah memantau sejumlah pelanggaran di TPS-TPS tempat kami kirim pengamat,” kata Isa Gambar, kepada Reuters.

Penulis: Muhammad Anthony, Tim Observer (Pemantau) Pemilu di Azerbaijan

Editor: Muhammad Ibrahim Hamdani

LEAVE A REPLY