NEWSCOM.ID, JAKARTA – Center For Strategic Policy Studies (CSPS) – Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) telah menyelenggarakan Seminar Daring bertema Kontroversi Prancis dan Masa Depan Hubungan Bilateral Indoensia-Perancis pada Jumat (6/11) siang melalui aplikasi Zoom.
Berdasarkan pantauan NEWSCOM.ID, seminar daring ini diselenggarakan oleh CSPS SKSG UI bekerja sama dengan Indonesia Review pada Pukul 14.00 – 16.30 Waktu Indonesia Barat (WIB). Seminar dibuka oleh kata sambutan sekaligus pengantar dari Ketua CSPS SKSG UI, Guntur Subagja Mahardika, S.Sos., M.Si.
Dalam seminar daring ini, turut hadir dan memaparkan materi tiga orang narasumber, antara lain Wakil Direktur SKSG UI, H. Abdul Muta’ali, M.A., M.I.P., Ph.D., dan Ketua Komisi Dakwah Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Muhammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D.
Satu narasumber lainnya ialah Sekretaris CSPS SKSG UI, Dr. (Candidate). Yanuardi Syukur, S.Sos., M.Si. Adapun yang menjadi moderator ialah bendahara CSPS SKSG UI, Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si. Sedangkan pembawa acara (host) ialah Ketua Bidang Teknologi Informasi CSPS SKSG UI, Ir. Ajeng Pramastuty, S.T., M.Si.
Seminar daring ini diikuti oleh sekitar 70 peserta dari berbagai daerah di Indonesia secara virtual. Acara diawali dengan pemutaran lagu kebangsaan Indonesia Raya hasil karya Wage Rudolf (WR) Supratman.
Dalam sesi tanya jawab di seminar daring ini, terdapat dua orang penanya, yakni Pendiri Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, Drs. H. Thamrin Dahlan, M.Si., dan seorang jurnalis dari Kantor Berita Miraj News Agency (MINA), Rifa Berliana Arifin.
Dalam Seminar Daring ini, CSPS SKSG UI juga mengajukan draf policy brief atau ringkasan kebijakan kepada Presiden Republik Prancis, Emmanuel Jean-Michel Frederic Macron, yakni saran kebijakan agar pemerintah Prancis harus mengembangkan riset etnografi pada Dunia Islam. Tujuannya agar Prancis lebih memahami Dunia Islam melalui hasil penelitian.
“Kalau saya diminta untuk memberikan policy brief kepada Presiden Macron, maka saya akan bilang, yang pertama, harus dikembangkan riset etnografi pada Islamic World, Dunia Islam. Dengan riset etnografi, bangsa perancis akan lebih mengerti dan memahami Dunia Islam,” tutur Sekretaris CSPS SKSG UI, Yanuardi Syukur, pada Jumat (6/11) sore.
Sayang sekali, lanjut Yanuardi, antropolog researcher (peneliti) dari Prancis itu kurang jumlahnya. Kita lihat saja di Indonesia, peneliti antropolog dari Prancis yang meneliti tentang Islam di Indonesia saja jumlahnya tidak seberapa.
“Kemarin saya baca satu jurnal yang mengatakan (menulis) begini. Dalam satu kunjungan Departemen Luar Negeri dengan orang Prancis, ada diplomat Prancis yang mengatakan bahwa Islam itu Arab. Artinya, mereka menganggap Non-Arab ini bukan Islam, jadi kita yang orang Indonesia ini dianggap bukan Islam,” jelas Yanuardi Syukur.
Menurutnya, pemahaman seperti ini merupakan kesalahan yang fatal bagi seorang Presiden Macron yang ternyata menganut keyakinan agnostik. “Jadi Macron ini tidak mengerti tentang Islam. Dia agnostik, saya baca di salah satu referensi, tapi buka atheis,” ungkap Yanuardi Syukur.
Berikut ini ialah cuplikan video dari Seminar Daring bertema Kontroversi Prancis dan Masa Depan Hubungan Bilateral Indonesia-Prancis, seperti dikutip dari laman https://youtu.be/c6UlNTePS60 / CSPS SKSG UI. Adapun pernyataan Sekretaris CSPS SKSG UI itu dapat dilihat pada menit ke 41 hingga menit ke 44.
Video berdurasi 1 jam 18 menit 47 detik ini telah disaksikan oleh 73 warganet dan disukai oleh tujuh netizen. Selamat menyaksikan, semoga bermanfaat.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani