Video: “Pengalaman Interogasi Nama, Islamophobia dan Pembatasan Sosial di Prancis”

0
826

NEWSCOM.ID, JAKARTA – Praktek-praktek Islamophobia dan pembatasan sosial dalam bidang pendidikan dan kesehatan di Prancis sangat dirasakan oleh umat Islam. Termasuk setiap warga negara asing yang datang ke Prancis dengan nama-nama Islami seperti Muhammad. Passport dan biodata mereka akan diperiksa sangat lama di bagian imigrasi.

Berdasarkan pantauan NEWSCOM.ID, Ketua Komisi Dakwah Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Muhammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D., menyatakan hal itu pada Jumat (6/11) sore.

Tepatnya saat beliau menjadi narasumber dalam Seminar Daring bertema Kontroversi Prancis dan Masa Depan Hubungan Bilateral Indonesia-Perancis melalui aplikasi Zoom. Acara ini diselenggarakan oleh Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indoensia (UI).

“Kalau kita lihat, populasi Muslim di Prancis itu nomor dua terbanyak di Eropa. Memang Presiden Emmanuel Jean-Michel Frederic Macron dan tim-nya, seperti Menteri Luar Negeri (Menlu) Jean-Yves Le Drian, dikenal sebagai orang yang ingin membatasai populasi Muslim yang cepat berkembang,” tutur KH. Muhammad Cholil Nafis pada Jumat (6/11).

Apakah perkembangan populasi Muslim yang cepat itu karena kelahirannya, lanjut KH, Cholil Nafis, maupun karena banyaknya orang yang masuk Islam (mu’alaf) di Prancis. Jadi populasi Islam bagi mereka itu (Presiden Macron) Islamophobia

“Saya mengalami sendiri ketika ke Eropa, bahkan ketika lewat Singapura, karena nasama saya Cholil Nafis, ada (nama) Muhammad-nya, Muhammad Cholil Nafis, itu ditahan sekian lama, diinterogasi. Akhirnya nama saya di passport itu nggak ada Muhammad-nya. Itu gara-garanyam nama Muhammad itu dipriksa lama,” ungkap KH. Muhammad Cholil Nafis.

Selain itu, lanjutnya, ketika banyak ummat Islam di Prancis melakukan homeschooling, itu kan dibatasai oleh Presiden Macron. Tujuannya agar mereka (umat Islam) mau berbaur ke luar (masyarakat Prancis).

“Ini kritik juga ke kita (umat Islam), barangkali merasa tidak nyaman, mempertahankan bagaimana pelajaran-pelajaran Islam, kadang-kadang umat kita juga eksklusif. Nah, di sana (mereka) dipaksa harus keluar dan dibatasi homeschooling-nya,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan NEWSCOM.ID, seminar daring ini diselenggarakan oleh CSPS SKSG UI bekerja sama dengan Indonesia Review pada Pukul 14.00 – 16.30 Waktu Indonesia Barat (WIB). Seminar dibuka oleh kata sambutan sekaligus pengantar dari Ketua CSPS SKSG UI, Guntur Subagja Mahardika, S.Sos., M.Si.

Dalam seminar daring ini, turut hadir dan memaparkan materi dua narasumber lainnya, yakni Wakil Direktur SKSG UI, H. Abdul Muta’ali, M.A., M.I.P., Ph.D., dan Sekretaris CSPS SKSG UI, Dr. (Candidate) Yanuardi Syukur, S.Sos., M.Si.

Adapun yang menjadi moderator dalam seminar daring ini ialah bendahara CSPS SKSG UI, Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si. Sedangkan pembawa acara (host) ialah Ketua Bidang Teknologi Informasi CSPS SKSG UI, Ir. Ajeng Pramastuty, S.T., M.Si.

Seminar daring ini diikuti oleh sekitar 70 peserta dari berbagai daerah di Indonesia secara virtual. Acara diawali dengan pemutaran lagu kebangsaan Indonesia Raya hasil karya Wage Rudolf (WR) Supratman.

Dalam sesi tanya jawab, terdapat dua orang penanya, yakni Pendiri Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, Drs. H. Thamrin Dahlan, M.Si., dan seorang jurnalis dari Kantor Berita Miraj News Agency (MINA), Rifa Berliana Arifin.

Berikut ini ialah cuplikan video dari Seminar Daring bertema Kontroversi Prancis dan Masa Depan Hubungan Bilateral Indonesia-Prancis, seperti dikutip dari laman https://youtu.be/6CIPwKzYduA / CSPS SKSG UI. Adapun pernyataan KH. Muhammad Cholil Nafis itu dapat dilihat pada menit ke 37 hingga selesai.

Video berdurasi 45 menit 26 detik ini telah disaksikan oleh 40 warganet dan disukai oleh tiga orang netizen hingga berita ini ditayangkan. Selamat menyaksikan, semoga bermanfaat bagi para pembaca.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

LEAVE A REPLY