Pemerintah Harus Menjelaskan Status Hukum WNI Eks ISIS

0
1180
Sumber: NEWSCOM.ID / Hamdani

NEWSCOM.ID, JAKARTA – Pemerintah Republik Indonesia (RI) harus memiliki skenario hukum yang jelas terkait kebijakan untuk memulangkan atau menolak kedatangan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terlibat dalam jaringan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) atau jaringan terorisme lainnya.

Ketua Program Studi (Prodi) Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI), Muhammad Syauqillah, M.Si., Ph.D., menyatakan hal itu pada Selasa (11/2) sore kepada para wartawan.

Tepatnya usai menjadi narasumber dalam Bedah Buku: 300 Hari di Bumi Syam, Perjalanan Seorang Mantan Pengikut ISIS pada Selasa (12/2) siang. Acara ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa (Hima) Kajian Timur Tengah dan Islam (KTTI) UI bekerjasama dengan SKSG UI.

“Ini perdebatan bukan soal memulangkan atau menolak WNI eks ISIS, misalnya kalau menolak skenario hukumnya apa? Kalau kembali skenario hukumnya apa? Itu harus jelas dulu,” tutur Muhammad Syauqillah pada Selasa (12/2) siang, seperti dikutip dari Kantor Berita Antara.

Menurutnya, pemerintah RI perlu benar-benar memikirkan skenario hukum model apa yang harus diterapkan pada WNI yang tergabung dalam jaringan ISIS. Jika dipulangkan, bagaimana skenario hukumnya? Apa yang harus diterapkan pada WNI tersebut?

“Namun jika ditolak, status hukum mereka seperti apa? Apakah tetap berstatus warga negara atau sudah tidak lagi memiliki kewarganegaraan (stateless)? Status kewarganegaraan mereka menjadi tidak jelas jika ditolak kembali ke Indonesia,” papar Muhammad Syauqillah.

Sementara dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 12 Tahun 2006, ungkap Syauqillah, aturannya hanya menjelaskan WNI dapat kehilangan kewarganegaraan jika masuk dalam dinas tentara asing.

“Dan hari ini WNI masuk ke ISIS, nah apakah kita menafsirkan ISIS itu dinas tentara asing? Padahal dalam hukum militer, ISIS adalah ‘unlawfull combatan‘ atau kelompok teroris,” jelasnya.

Selain itu, ungkapnya, UU RI Nomor 12 Tahun 2016 tidak memungkinkan pemerintah RI untuk menghapus status kewarganegaraan WNI karena tidak menganut sistem ‘stateless’.

“Jadi jika Indonesia mau membuat warganegaranya stateless, maka pasal 30 dalam UU RI Nomor 12 Tahun 2016 harus ada (mengandung) tata syarat WNI dalam konteks penghapusan dan pembatalan WNI, bisa dalam peraturan pemerintah atau merevisi undang-undang,” ujarnya.

Ketika menolak WNI eks ISIS masuk kembali ke Indonesia, ucapnya, dampaknya ialah memberikan keamanan bagi negara dan masyarakat, tetapi minusnya, Indonesia akan ditanya oleh pihak internasional, mengapa menolak warga negara sendiri?

“Sebetulnya mereka tidak dipulangkan pun sekarang, bukan berarti itu jaminan mereka tidak merembes (memiliki pengaruh) ke negara kita,” katanya.

Berdasarkan pantauan NEWSCOM.ID, acara ini didukung oleh penerbit Milenia dan menghadirkan sejumlah narasumber, yakni Febri Ramdani selaku penulis buku, Ketua Program Studi (Prodi) KTTI, SKSG UI, Yon Machmudi, M.A., Ph.D., Ketua Prodi Kajian Terorisme, SKSG UI, Muhamad Syauqillah, S.H.I., M.Si., Ph.D.

Acara ini juga dihadiri oleh Kepala Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme SKSG UI, Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi (Pol). Purnawirawan (Purn). Dr. Benny Josua Mamoto, SH., M.Si., serta ratusan akademisi, alumni, dosen, dan sivitas akademika UI, serta para jurnalis media.

Sumber: Kantor Berita Antara

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

LEAVE A REPLY