Pandemi COVID-19, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Pangan di Publik

0
822
Sumber: https://www.gatra.com/ Asisten Staf Khusus Wapres RI Bidang Ekonomi dan Keuangan, Guntur SUbagja Mahardika, M.Si.

NEWSCOM.ID, JAKARTA – Dalam masa pandemi virus corona jenis baru atau COVID-19 ini, Pemerintah Republik Indonesia (RI) perlu menjamin ketersediaan pangan yang jumlahnya cukup. Setidaknya memiliki cadangan beras yang cukup, termasuk kebutuhan pokok lainnya untuk tiga hingga enam bulan ke depan.

Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Dr. Ir. Wahyu, menyatakan hal itu pada Rabu (1/4) sore. Tepatnya dalam Focus Group Discussin (FGD) Online Melalui Webinar bersama Staf Khusus Wakil Presiden (Wapres) RI Bidang Ekonomi dan Keuangan, Dr. Lukmanul Hakim, M.Si., dan Tim Ekonomi Kerakyatan Arus Baru Indonesia (ARBI).

“Menurut data informasi lapangan, stok beras saat ini di Bulog sekitar 1,4 juta ton. Sementara kebutuhan beras masyarakat Indonesia mencapai rata-rata sekitar 2,5 juta ton – 3 juta ton per bulan,” ungkap Dr. Ir. Wahyu.

Sedangkan narasumber lainnya, Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI), Prof. (Riset). Dr. Ir. Muhammad Syakir, menyatakan bahwa stok beras di penggilangan besar mencapai sekitar 1,2 juta ton, dan stok beras di pasar induk mencapai sekitar 26 ribu ton. Selain itu, terdapat cadangan beras milik Bulog.

“Total cadangan beras saat ini diperkirakan sekitar 3,6 juta ton. Sementara konsumsi beras rata-rata per bulan sekitar 2,5 juta – 3 juta ton,” tutur Prof. Muhammad Syakir yang juga pakar pertanian ini.

Prof. Muhammad Syakir pun berharap agar cadangan beras dapat bertambah seiring masa musim tanam pada April 2020. Namun perlu ada antisipasi, mengingat Masa Tanam I ini hasil panen tidak terlalu menggembirakan. “Diperkirakan produksi gabah turun hingga 50 persen,” tuturnya.

Menurutnya, produksi padi menurun akibat keterlambatan saat mulai menanam padi karena iklim dan cuaca yang kurang mendukung. Keterlambatan masa tanam ini berdampak pada meningkatnya hama, salah satunya tikus.

Berdasarkan pantauan di lapangan, lanjutnya, produksi padi petani turun dari rata-rata sekitar 5 – 6 ton per hektar menjadi 3 – 3,5 ton per hektar. Solusinya, pasca panen diharapkan masyarakat dapat melanjutkan menanam padi.

“Hal ini penting untuk menjaga produksi nasional, dengan meningkatkan dukungan pemerintah terkait penyediaan air, irigasi, dan pendukung lainnya.

“Ketidakseimbangan antara supply (pasokan) dan demand (penawaran) beras terlihat juga dari harga beras di pasar saat ini yang mengalami kenaikan. Salah satu contohnya adalah di kawasan Lembang, Jawa Barat,” jelasnya.

Harga beras medium per liter, ungkapnya, mencapai Rp 10.000,- (Rp. 12.000 per kilogram). Harga itu melampaui harga ketetapan pemerintah di kisaran Rp 8.500.

Selain beras, ucapnya, beberapa komoditas strategis juga mempengaruhi inflasi ekonomi dan harganya sudah tinggi sejak sebelum COVID-19 seperti cabe, bawang putih, bawang bombay, dan rempah-rempah seperti jahe, yang menunjukkan bahwa produksi kurang.

“Adapun bahan pokok yang melonjak tajam harganya ialah gula pasir. Harga gula pasir di Bandung pekan lalu mencapai Rp 27.000 per kilogram, sedangkan pekan ini melonjak lagi menjadi Rp 50.000,” ujar Prof. Muhammad Syakir.

Sedangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Jagung Indonesia, Dr. Ir. Maxdeyul Sola, menggarisbawahi pentingnya ketersediaan daging ayam dan telur. Namun akibat terpengaruh supply (pasokan) pakan yang diproduksi dari jagung, maka jumlah daging ayam dan telur menurun.

“Padahal dalam kondisi pandemi COVID-19 ini, masyarakat perlu mengkonsumsi gizi dan protein yang cukup sehingga dapat menjaga daya tahan tubuhnya dengan baik,” ungkap Dr. Maxdeyul Sola.

Menurut Dr. Maxdeyul Sola, produksi peternakan ayam menurun karena sebelumnya ada kebijakan pemusnahan bibit ayam atau day old kitchen (DOC) akibat harga ayam rendah. “Apalagi saat ini timbul kelangkaan pakan karena produksi jagung berkurang,” paparnya.

Meskipun persedian beras terbatas, lanjutnya, Dewan Jagung Indonesia tidak merekomendasikan impor beras untuk jangka pendek ini. Karena berdasarkan pengalaman, proses impor juga membutuhkan waktu. “Realisasinya bisa 2-3 bulan ke depan,” imbuh Dr. Maxdeyul Sola.

“Adapun impor komoditas lainnya seperti gula pasir dan bawang bombay, hal ini dapat dipertimbangkan. Saat ini, dibutuhkan pendataan stok pangan dari berbagai pihak untuk memperoleh data yang akurat,” ujar Staf Khusus Wapres Bidang Ekonomi dan Keuangan, Dr. Lukmanul Hakim, M.Si., yang juga Ketua Umum Arus Baru Indonesia (ARBI).

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

LEAVE A REPLY