Pandemi COVID-19, OJK: Ekonomi Indonesia Mengalami Sentimen Negatif

0
686
Sumber: Sumber: Asisten Staf Khusus Wapres RI, Guntur Subagja Mahardika, M.Si.

NEWSCOM.ID, JAKARTA – Deputi Komisioner Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dr. Slamet Edy Purnomo, menyatakan bahwa fundamental ekonomi Indonesia telah mengalami sentimen negatif akibat pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19). Hal yang sama juga dialami oleh berbagai negara.

“Pemerintah sudah merancang skenario mulai dari skenario berat hingga skenario terberat. Dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19 cukup besar, khususnya pada sektor keuangan dan sektor riil. Antara lain, terjadi capital outflow (arus modal keluar dari Indonesia) sekitar Rp 300 triliun,” tutur Dr. Slamet Edy Purnomo pada Jumat (3/4) sore.

Tepatnya dalam Focus Group Discussion (FGD) Online bersama Staf Khusus (Stafsus) Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI), Dr. Lukmanul Hakim, M.Si., dan Tim Ekonomi Arus Baru Indonesia (ARBI) melalui webinar. FGD Online ini mengusung tema Penyelamatan Ekonomi Indonesia di Tengah Badai Covid-19.

Namun saat ini, lanjutnya, market confidence (kepercayaan pasar) mulai tumbuh, investor asing pun mulai masuk lagi ke Indonesia. Pemerintah juga telah memiliki konsep penyelamatan ekonomi yang melibatkan berbagai lembaga pemerintah. Konsep itu lalu diharmonisasikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Perekomian RI.

Menurutnya, berbagai kebijakan pemulihan ekonomi itu efektivitasnya tergantung pada penanganan masalah COVID-19 oleh pemerintah. “Kunci nomor 1, bagaimana penanganan COVID-19. Perppu Nomor 1/2020 dikeluarkan supaya tidak terjadi kondisi terburuk,” ujar Dr. Slamet Edy Purnomo.

Sebelumnya, Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan pada Selasa (31/3).

“Pasca pemerintah mengeluarkan kebijakan stimulus ekonomi, melalui PERPPU Nomor 1 Tahun 2020, kini saatnya ditindaklanjuti oleh semua pihak dengan pendekatan kustomisasi per sektor. Di sektor perbankan misalnya, OJK sudah mengeluarkan Peraturan OJK mengenai relaksasi kredit,” jelasnya.

Dengan stimulus ekonomi ini, harapnya, maka sektor riil bisa tetap berproduksi dan tidak terlalu terbebani oleh kewajibannya untuk membayar utang ke perbankan.

“Perbankan pun sudah memiliki pola untuk melakukan restrukturisasi kredit, baik kredit usaha kecil dan menengah, Kredit Usaha Rakyat (KUR), maupun kredit perusahaan besar,” ungkapnya.

Jadi, ucapnya, Supply chain (rantai pasok) sektor riil harus tetap berjalan sehingga usaha besar tetap harus dijaga keberlangsungannya. Sedangkan untuk kebijakan restrukturisasi kredit atau penundaan pembayaran, hal itu harus didasarkan pada kesepakatan perbankan dengan debiturnya.

Dr. Slamet Edy Purnomo pun berpendapat bahwa kondisi serupa (relaksasi ekonomi) perlu diprioritaskan di wilayah-wilayah yang menjadi episentrum COVID-19 dan daerah yang terdampak secara signifikan.

“Bank-bank dapat mengkustomisasi polanya, disesuaikan dengan sektor usaha debitur dan ketahanan perbankan. Karena bank juga, sebagai intermediasi, harus memenuhi kewajiban kepada deposannya,” paparnya.

Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber seperti Staf Ahli Wakil Presiden (Wapres) RI, Dr. Bambang Widianto, S.S, M.S., M.E.S., dan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Real Estate Indonesia (REI), Dr. Ir. Lukman Purnomosidi, M.B.A.

Narasumber lainnya dalam FGD Online ini ialah Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI), Prof. (Riset). Dr. Ir. Muhammad Syakir, dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Jagung Indonesia, Dr. Ir. Maxdeyul Sola. Adapun moderator dalam FGD Online ini ialah Asisten Stafsus Wapres RI, Guntur Subagja Mahardika,M.Si.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

LEAVE A REPLY