Almarhum Prof. Sapardi: ‘Pada Suatu Hari Nanti’ dan ‘Yang Fana Adalah Waktu’

0
1013
Sumber: Ikatan Alumni UI

NEWSCOM.ID, JAKARTA –  Innalillahi wa inna ilaihi rooji’un, segenap Keluarga besar NEWSCOM.ID menyatakan turut berdukacita sedalam-dalamnya atas wafatnya sastrawan dan pujangga legendaris Indonesia, almarhum Prof. Dr. Drs. H. Sapardi Djoko Damono, pada Ahad (19/7) pagi, Pukul 09.17 Waktu Indonesia Barat (WIB), pada usia 80 tahun.

Seperti dikutip dari laman https://www.antaranews.com/, almarhum Prof. Sapardi Djoko Damono (SDD) wafat di Eka Hospital Bumi Serpong Damai (BSD) City, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Almarhum telah dirawat di rumah sakit sejak Kamis (9/7), karena menurunnya fungsi orang-organ tubuh.

Inna lilahi wa inna ilaihi Rooji’un. Telah meninggal dunia sastrawan besar Indonesia, Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, di Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan, pada hari ini, 19 Juni 2020, Pukul 09.17 WIB,” tulis pesan singkat keluarga almarhum kepada media.

Salah satu karya sastra fenomenal karya almarhum Prof. Sapardi Djoko Damono, yang mengingatkan para pembacanya terhadap kematian yang pasti terjadi pada setiap manusia, ialah puisi berjudul Pada Suatu Hari Nanti. Puisi ini dibuat pada tahun 2013. Berikut ini adalah puisi tersebut:

Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,
pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari

Karya lain almarhum Prof. Sapardi Djoko Darmono juga hadir dalam bentuk novel berjudul Yang Fana Adalah Waktu yang rilis pada Maret 2018. Novel ini merupakan bagian akhir dari trilogi novel Hujan Bulan Juni yang rilis pada 2015, dan Pingkan Melipat Jarak yang rilis pada Maret 2017.

Salah satu kutipan yang terkenal dari novel Yang Fana Adalah Waktu ialah berikut ini: Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. Tapi, ‘yang fana adalah waktu, bukan?’ tanyamu. Kita abadi.

Menurut penulis, penggalan ini tampak memperlihatkan renungan almarhum Prof. Sapardi Djoko Damono tentang waktu yang bersifat fana dan kisah perjalanan hidup manusia yang abadi dalam makna ruh manusia yang sejak dilahirkan hanya berpindah dari alam ruh ke alam rahim, lalu ke alam dunia, kemudian ke alam barzakh, dan akhirnya ke alam akhirat.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

LEAVE A REPLY