Praktik-Praktik Ekstrem “Laïcité” Merusak Semangat “Egalité” dan “Fraternité” Prancis

0
1019
Flyer ini bersifat informal. Sumber: Muhammad Ibrahim Hamdani

NEWSCOM.ID, JAKARTA – Prancis sangat dikenal masyarakat global dengan tiga semboyan utama mereka, yakni Liberté, Egalité, dan Fraternité atau secara berurutan diartikan sebagai kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Moto dari Republik Perancis ini tertulis resmi dalam konstitusi 1946 dan 1958.

Bendahara Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejk dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI), Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si., menyatakan hal itu pada Jumat (6/11) siang.

Tepatnya saat menjadi moderator dalam Seminar Daring bertema Kontroversi Perancis dan Masa Depan Hubungan Bilateral Indonesia-Perancis, berdasarkan pantauan NEWSCOM.ID saat acara berlangsung.

Direktur Jaringan Strategis dan Kerja Sama Inisiatif Moderasi Indonesia (InMind) Institute itu pun menyatakan bahwa bendera tiga warna Republik Perancis, yakni biru, putih dan merah, masing-masing melambangkan semangat liberte, egalite dan fraternite.

“Tiga semboyan utama Republik Perancis itu pun tergambar dalam bendera tiga warna, yakni biru, putih dan merah yang secara berurutan melambangkan liberte, egalite dan fraternite,” ujar Sekretaris Divisi Politik dan Pemerintahan Dewan Pimpian Pusat (DPP) Rumah Produktif Indonesia (RPI) ini.

Namun penerapan paham laïcité (model sekulerisme ala Prancis) secara ekstrem oleh negara, lanjutnya, justru merusak solidaritas dan soliditas bangsa Perancis yang dibangun atas dasar pemahaman liberte, egalite, dan fraternite.

“Praktik-praktik paham laïcité secara ekstrem di Republik Perancis hanya merusak semangat egalite dan fraternite. Misalnya, pelecehan dan penghinaan kepada Nabi Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam (SAW) melalui gambar karikatur oleh Majalah Charlie Hebdo di Perancis pada 2015 lalu,” jelas Redaktur Website DMI.OR.ID itu.

Menurutnya, praktik-praktik paham laïcité secara ekstrem hanya mengunggulkan semangat liberte tanpa batas, tetapi justru mengabaikan serta merusak semangat egalite dan fraternite bangsa Perancis. “Hal ini tentu berbahaya bagi masa depan nasional Prancis,” tegasnya pada Sabtu (7/11), dalam rilisnya kepada NEWSCOM.ID.

Tujuan utama dari tercetusnya semboyan liberte, egalite, dan fraternite di Prancis ialah untuk memulihkan persatuan, solidaritas dan keamanan nasional pasca revolusi Prancis. Penyebabnya, konflik yang berlarut-larut antara kelas bangsawan, borjuis dan rakyat jelata telah menyebabkan perang saudara dan perpecahan antar sesama anak bangsa.

Kondisi ini menyebabkan bangsa Prancis tercabik-cabik dan tidak bisa bangkit dan unggul dalam persaingan antar bangsa-bangsa di pentas global. Karena itu, diperlukan semangat liberte, egalite dan fraternite untuk mewujudkan kembali impian tersebut. Namun praktik-praktik Laïcité secara ekstrem hanya merusak cita-cita dan impian bangsa Prancis tersebut.

Berdasarkan pantauan NEWSCOM.ID, kegiatan ini berlangsung secara virtual pada Jumat (6/11) siang, Pukul 14.00 – 16.30 Waktu Indonesia Barat (WIB), dan diikuti sekitar 70 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. Acara dibuka secara langsung oleh Ketua CSPS SKSG UI, Guntur Subagja Mahardika, S.Sos., M.Si.

Seminar Daring ini juga menampilkan tiga narasumber, yakni Wakil Direktus SKSG UI, Abdul Muta’ali, M.A., M.I.P., Ph.D., dan Ketua Komisi Dakwah Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Muhammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D., dan Sekretaris CSPS SKSG UI, Dr. (Candidate) Yanuardi Syukur, M.Si.

Sedangkan pembawa acara atau Master of Ceremony dalam Seminar Daring ini ialah Ir. Ajeng Pramastuti, S.T., M.Si.

Dalam sesi tanya jawab di seminar daring ini, terdapat dua orang penanya, yakni Pendiri Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, Drs. H. Thamrin Dahlan, M.Si., dan seorang jurnalis dari Kantor Berita Miraj News Agency (MINA), Rifa Berliana Arifin.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.

Bendahara CSPS SKSG UI

Direktur Jaringan Strategis dan Kerja Sama InMind Institute

Sekretaris Divisi Politik dan Pemerintahan DPP RPI

LEAVE A REPLY