Tiga Sudut Pandang CSPS SKSG UI Tentang Kontroversi Prancis

0
1116
Sumber: https://youtu.be/c6UlNTePS60 / CSPS SKSG UI

NEWSCOM.ID, JAKARTA – Sekretaris Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI), Dr. (Candidate). Yanuardi Syukur, S.Sos., M.Si., telah menjelaskan kontroversi Perancis dari tiga sudut pandang, antara lain tonggak-tonggak penting sejarah Perancis dari abad ke-5 hingga ke-20 Masehi.

Berdasarkan pantauan NEWSCOM.ID, Dr. (Candidate.) Yanuardi Syukur, S.Sos., M.Si., menyatakan hal itu pada Jumat (6/11) siang, saat menjadi narasumber dalam Seminar Daring bertajuk Kontroversi Perancis dan Masa Depan Hubungan Bilateral Indonesia-Perancis.

“Kontroversi Perancis lainnya ialah perjuangan nilai-nilai laicite atau sekulerisme ala Perancis yang diterapkan secara ekstrem, serta masa depan Prancis dilihat dari sejumlah faktor seperti integrasi Prancis, penguasaan Prancis atas Afrika, khususnya Afrika Utara di masa lalu, serta peran Prancis dalam membangun dan merawat aliansi global,” jelasnya.

Prancis, lanjutnya, menjadi negara dimana berbagai ras, etnis dan suku bangsa yang berbeda-beda budaya (multikultural) telah bertemu dan saling berinteraksi satu sama lain (melting pot) dalam jangka waktu yang sangat panjang.

“Masa depan Prancis ditentukan oleh sejauh mana fungsionalisasi melting pot oleh pemerintah Prancis, kini dipimpin Presiden Emmanuel Jean-Michel Frederic Macron, dapat mengintegrasikan masyarakat Prancis,” ujar Yanuardi Syukur.

Revolusi Prancis pada abad ke-18 Masehi, lanjutnya, menjadi tonggak penting Prancis modern yang berbentuk republik dan dilandasi oleh perjuangan nilai-nilai laicite atau sekulerisme ala Perancis.

“Revolusi Prancis juga melahirkan semboyan liberté, egalité dan Fraternité  yang dijiwai nilai-nilai perjuangan laïcité. Dalam sistem ini, institusi agama dan negara dipisahkan secara tegas, bahkan praktek-prakteknya sering dilakukan secara ekstrem,” papar Dr. (Cand.) Yanuardi Syukur, M.Si., pada Jumat (6/11).

Selain itu pemerintah Prancis, ungkapnya, juga berkepentingan untuk membangun dan merawat aliansi global dengan pihak Barat dan Non-Barat. Pihak Barat diwakili oleh negara-negara seperti Jerman, Spanyol, Italia, Amerika Serikat (AS), Belgia dan Inggris.

“Sedangkan pihak Non-Barat diwakili oleh Republik Rakyat China (RRC) dan negara-negara di Afrika Utara (Negara-negara Maghribi) yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan pernah dijajah Prancis seperti Aljazair, Tunisia, Maroko,” ungkapnya.

Berdasarkan pantauan NEWSCOM.ID, kegiatan ini berlangsung secara virtual pada Jumat (6/11) siang, Pukul 14.00 – 16.30 Waktu Indonesia Barat (WIB), dan diikuti sekitar 70 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. Acara dibuka secara langsung oleh Ketua CSPS SKSG UI, Guntur Subagja Mahardika, S.Sos., M.Si.

Seminar Daring ini juga menampilkan dua narasumber lainnya, yakni Wakil Direktus SKSG UI, Abdul Muta’ali, M.A., M.I.P., Ph.D., dan Ketua Komisi Dakwah Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Muhammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D.

Adapun moderator dalam Seminar Daring ini ialah Bendahara CSPS SKSG UI, Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si. Sedangkan pembawa acaranya ialah Ir. Ajeng Pramastuti, S.T., M.Si.

Dalam sesi tanya jawab di seminar daring ini, terdapat dua orang penanya, yakni Pendiri Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, Drs. H. Thamrin Dahlan, M.Si., dan seorang jurnalis dari Kantor Berita Miraj News Agency (MINA), Rifa Berliana Arifin.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.

LEAVE A REPLY